Taipei (ANTARA News) - Indonesia dan Taiwan memiliki hubungan yang terbilang unik. Keduanya tidak memiliki hubungan diplomatik, karena Indonesia menganut Kebijakan Satu China (One China Policy), tetapi kerjasama Indonesia-Taiwan berjalan relatif baik, bahkan menunjukkan banyak kemajuan.
Kini Indonesia-Taiwan telah melakukan kerjasama dalam bidang ekonomi, perdagangan, pertanian, dan tenaga kerja hingga pendidikan.
Hingga saat ini lebih dari 120 ribu orang Indonesia bekerja di berbagai sektor di Taiwan.
"Kami sangat menghargai mereka, sebab mereka ikut berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi Taiwan," ujar Andrew L.Y. Hsia, Kepala Perwakilan Taipei Economic and Trade Office (TETO) di Indonesia kepada pers di Jakarta.
Taiwan itu sendiri adalah sebuah pulau di Asia Timur. People`s Republic of China (PRC) atau Republik Rakyat China (RRC), atau sering disebut "China" yang beraliran "Kaochantang" (Komunis) menganggap Taiwan sebagai "Provinsi yang memberontak", sedangkan Taiwan menyebut dirinya sebagai negara tersendiri dengan nama "Republik of China" (ROC) yang beraliran "Kaomintang" (Nasionalis).
Pulau utama Taiwan dikenal sebagai Formosa (dari bahasa Portugis Formosa, yang berarti "pulau yang indah"), terletak di Asia Timur.
Pulau ini dihubungkan ke timur oleh Samudera Pasifik, ke selatan oleh Laut Cina Selatan dan Selat Luzon, ke barat oleh Selat Taiwan, dan ke utara oleh Laut China Timur. Pulau ini mempunyai panjang 394 kilometer (245 mil) dan lebar 144 kilometer (89 mil).
ROC menguasai daerah kepulauan Taiwan, Kepulauan Pescadores, Quemoy, dan Kepulauan Matsu.
Kata "Taiwan" biasanya digunakan untuk merujuk kepada ROC secara keseluruhan, sementara "China" merujuk kepada RRC yang menguasai China Daratan (Mainland), Hong Kong dan Makau.
ROC adalah salah satu pendiri utama Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dan pernah menjadi salah satu anggota tetap Dewan Keamanan PBB.
Tetapi pada 1971, pemerintahan yang hanya berkuasa di Taiwan itu kemudian dikeluarkan dari PBB dan digantikan oleh RRC.
Taiwan telah mencoba masuk PBB dari masa ke masa, tetapi selalu gagal karena tidak dikehendaki RRC yang merupakan salah satu negara besar dan berpengaruh di dunia.
Kebijakan Satu Cina yang dipromosikan oleh pemerintah RRC di China Daratan cukup efektif, sehingga kini ROC di Taiwan baru diakui oleh 23 negara saja.
Investor Besar
Sampai sejauh ini sudah banyak investor Taiwan yang menanamkan modalnya di Indonesia. Menurut Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Taiwan adalah salah satu investor besar dari Asia di Indonesia.
BKPM tidak melihat adanya kendala berarti dalam kerjasama dengan Taiwan. Dalam berbagai pertemuan dengan pihak Taiwan, pihak Indonesia fokus menawarkan tiga sektor untuk dikembangkan, yakni infrastruktur, agribisnis, dan energi, namun sektor-sektor lainnya yang kebetulan mendapatkan insentif dari pemerintah tetap ditawarkan kepada pihak Taiwan.
Ketua Komite Indonesia-Taiwan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), Agum Gumelar usai pembukaan Konferensi Kerjasama Ekonomi Indonesia-Taiwan ke-16 di Jakarta belum lama berselang mengemukakan, kerjasama "B to B" (Business to Business) dan "P to P" (People to People) Indonesia dan Taiwan terus berjalan dan tidak pernah menjadi kendala.
Menurut Agum, walaupun investasi Taiwan saat ini baru menduduki posisi kedelapan, ia menilai posisi tersebut relatif besar untuk ukuran negara seluas Taiwan. Nilai kerjasama ekonomi kedua negara saat ini mencapai sekitar empat miliar dolar AS.
"Setiap tahun kita (Indonesia) mengirimkan tim ke Taiwan, dan konferensi semacam ini pun secara rutin diadakan Taiwan di Indonesia guna meningkatkan kerja sama kedua pihak. Jadi kita harapkan semakin lama investasi yang masuk semakin besar," ujarnya.
Sementara itu informasi dari Kementrian Pariwisata menyebutkan, sampai sejauh ini banyak pula warga Taiwan yang berkunjung ke Indonesia, dan Bali menjadi salah satu tempat favorit masyarakat Taiwan pada umumnya. Lebih dari 150 ribu turis Taiwan selalu datang ke Bali setiap tahunnya.
"Indonesia negeri yang indah. Banyak tempat wisata yang bisa disinggahi di Indonesia," kata pimpinan TETO, Andrew L.Y. Hsia.
Dia melihat Indonesia memiliki potensi wisata yang sangat besar. Hanya saja masih banyak orang yang belum tahu.
"Masyarakat Taiwan, atau saya sendiri, hanya tahu Jakarta dan Bali, padahal Indonesia adalah negeri yang besar. Saran saya buat Pemerintah Indonesia, buatlah lebih banyak promosi tentang pariwisata," tuturnya kepada pers di Jakarta baru-baru ini.
Dikatakan, saat ini Taiwan mampu bersaing dengan negara-negara maju, termasuk di bidang teknologi komunikasi dan produk-produk teknologi informasi (IT).
Khusus untuk ekspor ke Indonesia, produk-produk IT Taiwan seperti ponsel serta komputer dan laptop merk "Acer" kini menjadi unggulan. Selain itu, Taiwan juga mengekspor mesin-mesin industri ke Indonesia.
Khusus kerjasama di bidang pertanian, Taiwan memiliki misi teknik di Bogor dan Bali.
Andrew mengaku senang dengan perkembangan kerjasama ini. Dibantu dengan teknologi modern Taiwan, dirinya berharap dunia pertanian Indonesia pun lebih maju.
"Melalui misi teknik ini kami ingin mempromosikan bahwa Taiwan memiliki produk makanan berkualitas. Masyarakat Indonesia akan sangat aman membeli produk-produk asli Taiwan yang tumbuh dan berkembang di Indonesia," tuturnya.
Kerjasama Pendidikan
Menurut Andrew, banyak juga kalangan terpelajar dari berbagai daerah di ndonesia yang saat ini tengah melanjutkan pendidikan di beberapa perguruan tinggi di Taipei (Ibukota Taiwan).
Kerjasama di bidang pendidikan diakui relatif berjalan baik.
"Kami selalu mengundang para pelajar dan mahasiswa Indonesia untuk melanjutkan sekolah di Taiwan, baik untuk belajar bahasa Mandarin, teknologi, atau bahkan yang ingin mengambil gelar master maupun doktor di berbagai bidang.
Tahun lalu sekitar seribu siswa dan mahasiswa Indonesia belajar di Taiwan. Jumlahnya selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya," katanya.
Kerjasama pendidikan itu juga meliputi pemberangkatan 75 siswa-siswi dari Aceh yang ingin mengambil gelar master di Taiwan. "Dengan Pemda Aceh, kerjasama ini sudah berlangsung lima tahun.
Dimulai setelah bencana tsunami beberapa waktu lalu," ujarnya sambil menambahkan bahwa pihaknya masih menyediakan beasiswa bagi para pelajar Indonesia yang ingin melanjutkan pendidikan tinggi di Taiwan.
Dalam kaitan ini, Direktur Kerjasama Bilateral dan Multilateral Badan Koordinasi Penaman Modal (BKPM) Pratomo Waluyo belum lama ini mengemukakan, secara prinsip kerjasama Indonesia-Taiwan di bidang ekonomi dan perdagangan serta pendidikan tidak akan terpengaruh oleh persoalan politik yang ada.
Baik Pratomo maupun Ketua Komite Indonesia-Taiwan Kadin, Agum Gumelar, sependapat bahwa "One China Policy" tidak menjadi kendala bagi pengembangan kerja sama perekonomian dan perdagangan Indonesia dan Taiwan.
Pihak Taiwan sendiri menghormati asas dan arah politik luar negeri Indonesia yang bebas-aktif serta Kebijakan Satu Chinanya.
Politik luar negeri bebas-aktif itu sendiri secara harfiah memiliki makna dasar sebagai suatu kondisi bebas dan tidak terikat, namun tetap bersikap aktif dalam konteks hubungan antar-bangsa, baik di tingkat regional maupun internasional.
Pemerintah RI memang harus terus berupaya mempertahankan politik luar negeri bebas-aktif secara konsisten, dan pemerintah dituntut supaya melaksanakan politik luar negeri yang seluwes mungkin tanpa mengabaikan kepentingan nasional Indonesia, termasuk dalam berhubungan dengan Taiwan.
Pimpinan TETO Andrew L.Y. Hsia yang belum setahun bertugas di Indonesia juga mengungkapkan, belum diakuinya Taiwan sebagai negara oleh sebagian besar negara-negara di dunia menjadi salah satu kendala bagi Taiwan untuk menjalin hubungan kerjasama yang lebih luas.
"Tapi kami berharap dapat menemukan solusinya yang lebih baik suatu saat nanti. Saat ini kami melakukan pendekatan-pendekatan pragmatis untuk mempromosikan Taiwan, termasuk ke Indonesia," katanya.
Dia mengatakan, mudah-mudahan bisa lebih baik lagi di kemudian hari.
(L.A015*A025/R009)
Oleh Oleh Aat Surya Safaat
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010