Jakarta (ANTARA News) - Presiden Komisaris PT Wahana Esa Sejati, Nunun Nurbaeti Darajatun, telah menemui Miranda Goeltom setelah distribusi ratusan cek kepada sejumlah anggota DPR pada 2004.
"Saya diajak oleh Bu Nunun untuk menemui Bu Miranda," kata mantan pegawai PT Wahana Esa Sejati Arie Malangjudo ketika bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (KPK), Jakarta, Senin, dalam kasus dugaan suap terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior BI pada 2004 yang dimenangkan oleh Miranda Goeltom.
Arie mengatakan, pertemuan itu terjadi sekira bulan Agustus 2004 di kantor Miranda, atau dua bulan setelah pemilihan Miranda sebagai Deputi Gubernur Senior.
Sejumlah saksi di pengadilan menjelaskan, Nunun adalah orang yang mengetahui dan berperan dalam distribusi cek kepada sejumlah anggota DPR.
Dalam kesaksiannya, Arie mengatakan, Nunun dan Miranda saling mengenal. Bahkan, Miranda meminta Nunun untuk menjadi sekretaris perkumpulan penggemar permainan bridge.
"Bu Miranda adalah ketua asosiasi tersebut, Bu Nunun diminta menjadi sekretaris," kata Arie.
Namun, karena faktor kesibukan, Nunun tidak bersedia dan meminta Arie untuk menggantikannya.
Dalam pertemuan itu nampak kedekatan antara Nunun dan Miranda. Namun Arie mengatakan, keduanya tidak membahas distribusi cek kepada sejumlah anggota DPR dua bulan sebelumnya.
Arie mengaku disuruh oleh Nunun untuk membagikan bungkusan kepada beberapa anggota DPR. Pada akhirnya, Arie mengetahui bungkusan itu berisi ratusan lembar cek.
"Kalau saya tahu itu berisi cek, saya pasti tidak akan mau. Itu sama saja pasang badan," katanya di hadapan majelis hakim.
Dia menceritakan, distribusi cek itu berawal dari permintaan Nunun kepadanya untuk membantu menyerahkan "pemberian" kepada sejumlah anggota DPR.
Perintah itu disanpaikan di kantor Nunun di Jalan Riau, Menteng, Jakarta Pusat.
Pada kesempatan itu, Nunun juga mengenalkan Arie kepada seorang anggota DPR yang belakangan diketahui sebagai politisi Partai Golar, Hamka Yandhu.
"Nanti ada bapak ini yang mengatur," kata Arie menirukan pernyataan Nunun sambil merujuk kepada Hamka Yandhu.
Atas arahan Nunun dan Hamka, Arie kemudian menerima empat bungkus karton yang masing-masing berlabel warna merah, kuning, hijau dan putih.
Sehari berikutnya, tanggal 8 Juni 2004 atau bersamaan dengan pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Arie mengaku menerima telepon dari beberapa orang yang mengaku akan mengambil titipan dari Nunun.
Setelah itu, Arie menyerahkan empat bungkusan berisi cek itu di tempat terpisah masing-masing kepada Dudhie Makmun Murod, Endin AJ Soefihara, Udju Djuhaeri, dan Hamka Yandhu.
Berdasarkan dakwaan tim penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), cek itu kemudian dibagikan kepada sejumlah anggota DPR.
Artha Graha
Pada sidang tersebut, Arie juga mengakui adanya hubungan antara PT Wahana Esa Sejati milik keluarga Nunun dengan Bank Artha Graha.
"Perusahaan kami memiliki pinjaman modal kerja sebesar Rp12 miliar dari Bank Artha Graha," kata Arie yang juga pernah menjadi Dirut PT Wahana Esa Sejati.
Menurut dia, nilai pinjaman itu tidak berubah setelah terjadi pembelian dan distribusi 480 lembar cek senilai Rp50 juta per lembar pada 8 Juni 2004.
Arie tidak mengetahui jika perusahaannya memliki kerjasama usaha dengan PT First Mujur Plantation and Industries.
Sebelumnya, fakta persidangan menyebutkan bahwa 480 lembar cek Bank International Indonesia itu dibeli atas permintaan Bank Artha Graha melalui PT First Mujur Plantation and Industries.
(F008/S026)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010