Bogor (ANTARA News) - Kepala Bidang Kependudukan, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil), Ganjar Gunawan, mengatakan bahwa penggunaan KTP online belum optimal untuk mencegah penggandaan.

Hal ini lantaran KTP online nasional belum diaktifkan, sehingga pihak daerah hanya bisa memberlakukan KTP berbasis Nomor Induk Kependuduk (NIK) offline.

Ganjar mengatakan, KTP berbasis NIK telah diberlakukan di Bogor sejak 2007, namun karena sistem online nasional belum aktif, KTP berbasis NIK offline yang saat ini diberlakukan di Bogor.

"KTP NIK online belum diaktifkan secara nasional, saat ini KTP NIK offline yang kita berlakukan. Upaya penggandaan belum bisa ditanggulangi selama pemberlakukan online nasional belum diaktifkan, sama saja tidak optimal mencegah penggandaan," kata Ganjar kepada ANTARA News saat ditemui di kantornya Senin.

Rencana pemerintah pusat membuat KTP berbasih NIK sebagai salah satu upaya mencegah penggandaan KTP yang banyak disalah gunakan oknum tertentu untuk melakukan upaya penipuan dan salah satu yang paling berbahaya ada terorisme yang marak di Indonesia.

Namun, kata Ganjar, selama KTP berbasis NIK belum online secara nasional, pencegahan penggandaan KTP belum bisa dilakukan.

Menurut Ganjar, guna memastikan seseorang telah memiliki KTP NIK disuatu daerah, jaringan NIK nasional haruslah online.

"Jika NIK nasional sudah online, setiap daerah bisa mengaksesnya, apabila ada yang menggandakan KTP akan terlacak karena KTP sudah berbasih NIK yang bisa diakses secara nasional, tapi saat ini belum aktif jadi belum bisa diakses. Sehingga kemungkinan untuk menggandakan KTP bisa saja terjadi karena belum onlinenya NIK ini secara nasional," ujar Ganjar.

Ganjar mengatakan, tidak optimalnya KTP berbasis NIK untuk mencegah penggandaan saat ini dikarena penerapan KTP berbasis NIK disetiap daerah di Indonesia belum seragam.

Padahal, pemerintah pusat menargetkan realisasi KTP berbasis NIK pada tahun 2011 sudah bisa di online kan.

"Namun, hingga kini saya masih menemukan beberapa KTP yang NIK nya tidak sesuai standar nasional seperti di daerah Bengkulu Selatan," jelasnya.

Ia menjelaskan, standar NIK menggunakan 16 digit nomor, sedangkan di Bengkulu Selatan masih menggunakan kode dan nomor wilayah seperti 474.4/924/CPP/I/2006, sementara KTP berbasis NIK berupa angka sebanyak 16 digit.

Namun, secara bertahap dengan diberlakukannya KTP berbasih NIK offline, akan mempersiapkan pemerintah Bogor apabilan NIK sudah online secara nasional.

"Ketika NIK nasional telah online, maka secara otomatis seluruh KTP NIK yang sudah kita terbitkan sudah masuk dalam data base NIK nasional dan bisa diakses, barulah penggandaan akan sulit dilakukan," katanya.

Untuk saat ini dari 1,5 juta penduduk Kota Bogor, 700 ribu tedata sebagai wajib KTP, baru 60 persen yang telah memiliki KTP sisanya 40 persen belum memiliki KTP.

(T.ANT/P003)

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010