Jambi (ANTARA) - Sepuluh orang ibu muda sibuk dan teliti melihat sehelai kain putih di tangan kirinya yang siap diberi corak. Tangan kanan para ibu itu juga memegang canting (alat lukis) berisikan cairan lilin malam. Ya, itu lah salah satu proses pembuatan motif pada kain yang kemudian disebut membatik.

Adalah Rumah Batik Serumpun Berlian di Kelurahan Legok, Kecamatan Danau Sipin, Kota Jambi tempat mereka sibuk berkreasi itu. Rumah batik itu berdiri tahun 2018 lalu melalui program tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) PT Pertamina EP Asset 1 Jambi Field (PEP Jambi) anak perusahaan PT Pertamina (Persero).

Hari itu, para ibu muda yang tergabung dalam kelompok batik khas Jambi tersebut tengah mengasah kemampuan membatik dengan mentor ketua kelompok mereka sendiri. Tinah--namanya.

Tinah (43) adalah inisiator pembentukan kelompok membatik tersebut, banyak cerita Tinah ketika berniat mengembangkan batik Jambi di wilayahnya itu dengan bantuan penuh dari program pengembangan masyarakat di bidang ekonomi oleh Pertamina EP Jambi.

Tentu--cemoohan lah yang paling banyak ia dapat ketimbang pujian atas kegigihannya meyakinkan masyarakat terutama kaum ibu-ibu untuk ikut menambah penghasilan keluarga sebagai anggota kelompok pembatik. Sebelumnya, nama kelompok rumah batik itu adalah Batik Sipin Jajaran, seiring waktu dan berdasarkan kesepakatan anggota tepatnya diawal Januari 2020, nama kelompok tersebut diubah menjadi Batik Serumpun Berlian.

Mundur ke belakang, Kelurahan Legok terdiri dari Danau Sipin dan Pulau Pandan tempat rumah batik itu berdiri adalah suatu kawasan dimana tingkat peredaran dan penggunaan narkoba paling tinggi di Provinsi Jambi. Sebutannya "kampung narkoba". Itulah alamat untuk kawasan tersebut yang hingga kini masih melekat.

Wajar saja jika Tinah harus menguasai ilmu lobi tinggi untuk mengajak para ibu-ibu usia produktif di kawasan tersebut ikut menjadi anggota kelompok membatik. Awalnya, hanya lima orang yang mau ikut bergabung di kelompoknya.

Tujuan Tinah adalah menghindarkan para kaum ibu-ibu jauh dari namanya transaksi narkoba. Hal itu sangat beralasan mengingat beberapa anggota kelompok batik yang dikomandoi-nya ada yang sebelumnya jadi kurir narkoba. Menyedihkan?, tentu iya. Sebab itu bukan lah pekerjaan para ibu.

Berangkat dari situ, ibu tiga anak ini memiliki keinginan kuat untuk terus mengembangkan Rumah Batik Serumpun Berlian yang kini sudah beranggotakan 20 orang. Apalagi menurutnya Pertamina EP Jambi serius mengalirkan bantuannya dalam program pemberdayaan ekonomi masyarakat ke kelompoknya. Bahkan Rumah Batik atau rumah produksi batik Jambi itu dibangun Pertamina EP Jambi tetap di kawasan yang tadi kita sebut "kampung narkoba".

Tinah semula hanyalah seorang perajin anyaman sebelum bertemu salah satu pejabat Pertamina EP Jambi di salah satu momen pameran tahun 2017 lalu, dimana hasil anyamannya waktu itu ikut dipamerkan.

Tinah bercerita bahwa pejabat Pertamina tersebut tertarik mengajak Tinah mengembangkan batik jambi di kawasan Legok. Sebab kawasan Legok juga ada objek wisata yang kini juga tengah digenjot pembangunannya. Namanya Danau Sipin. Danau yang mengelilingi beberapa kawasan di Kecamatan Danau Sipin dan Telanaipura, Kota Jambi.

Adanya kawasan wisata itu menurut Tinah juga menjadi ketertarikan pihak perusahaan Pertamina EP Jambi mengembangkan ekonomi rakyat dengan mensinergikan potensi wisata dan ekonomi kreatif dalam satu kawasan. Sebab itu di tahun 2018 Pertamina EP Jambi membangun rumah batik tersebut. Kemudian di tahun 2019 rumah batik tersebut diresmikan langsung Wali Kota Jambi, Syarif Fasha.

Kini--Rumah Batik Serumpun Berlian yang memproduksi batik Jambi terus beraktivitas layaknya ‘home industri’ pada umumnya. Bahkan rumah batik ini membuka ruang edukasi untuk warga yang ingin belajar membatik. Setiap bulan ada saja komunitas, mahasiswa dan pelajar bahkan kelompok ibu-ibu yang berkunjung dan belajar membatik di rumah batik tersebut.

Anggota kelompok Batik Serumpun Berlian yang kita sebut pembatik setiap harinya secara bergantian sibuk dengan proses pembatikan, apalagi saat ini mereka tengah mengerjakan orderan yang cukup besar dengan jumlah helai kain lumayan banyak. Hasil dari apa yang mereka kerjakan, itulah yang mereka nikmati.

Anggota kelompok batik Jambi di Rumah Batik Serumpun Berlian tetap ada penghasilan per bulannya meski besarannya tidaklah seperti pekerja kantoran. Namun setidaknya bisa membantu ekonomi keluarga, ketimbang harus menjadi kurir atau berperan dalam peredaran narkoba walaupun nilai rupiah-nya mungkin melebihi pekerja kantoran.

Tinah gigih dalam niat untuk mengubah image di kampungnya tersebut. Ia bertekad menjadikan generasi ke depan jauh lebih baik atau setidaknya mengurangi aktivitas peredaran dan penggunaan narkoba di kawasan tersebut. Tentunya hal itu dimulai dari para ibu-ibu yang diharapkan mampu mencerahkan anak-anak mereka dengan kesibukan dan kreativitas yang mereka jalani. Rumah batik lah yang menjadi seuntai harapan Tinah menuju kehidupan masyarakat di kampungnya ke arah yang lebih baik.

Sesuai namanya, Rumah Batik Serumpun Berlian. Dengan nama itu ia berharap mampu memberikan kemilau bak berlian meski berada di dalam lumpur. Ada seuntai harapan untuk mengurangi kebiasaan masyarakat setempat. Meski perubahan 100 derajat atas image “kampung narkoba” tidaklah mungkin dilakukan hanya dengan membatik, karena itu adalah tugas pihak-pihak yang berkaitan langsung. Namun setidaknya seuntai harapan itu bisa diraih khususnya dalam mengubah pola pikir masyarakat dimulai dari para ibu.

Tinah berkisah dalam perjalanan Rumah Batik Serumpun Berlian, tidak ada anggota yang merasa terbebani. Ia memastikan semua fasilitas dan peralatan membatik sudah disediakan Pertamina EP Jambi sesuai kebutuhan. Jika dirupiahkan, Tinah pun tidak bisa lagi menghitung besaran nilai uang yang telah disalurkan Pertamina EP Jambi.

Pertamina EP Jambi kata Tinah tidak memberikan bantuan berbentuk uang, tapi dengan barang yang dibutuhkan kelompoknya. Pertamina menargetkan kelompok batik ini mampu mandiri setelah lima tahun mendapat pendampingan.

Ketulusan untuk melayani ala Pertamina mungkin sangat berbeda dengan program tanggung jawab sosial beberapa perusahaan lain, yang menyalurkan bantuan lalu dilepas atau dibiarkan langsung mandiri. Banyak program seperti itu gagal dijalankan kelompok penerima bantuan karena tidak mendapat pendampingan dan pembinaan lagi dari perusahaan penyalur bantuan.

Saat ini, Rumah Batik Serumpun Berlian yang bersebelahan dengan Kantor Lurah Legok itu sudah banyak memproduksi kain batik Jambi dengan berbagai motif. Bahkan kelompok ini sudah mematenkan motif hasil kreasi mereka.

Ada beberapa motif yang mereka kembangkan. Yakni motif Ikan Bajubang (Botia), motif Tangkul, motif Buah Nam-Nam, motif Seluang Mudik, motif Buah Bulian, motif Kiambang, motif Pompa Angguk (khas kegiatan hulu Migas), motif kombinasi dan Motif Stupa yang baru dikembangkan. Motif Stupa yang merupakan motif batik Jambi berbasis tinggalan arkeologi ini diinisiasi Tim Arkeologi Universitas Jambi berdasarkan temuan Candi Solok Sipin di Kelurahan Legok tersebut.

Diantara motif tersebut, ada beberapa motif yang sudah mereka patenkan. Yakni motif Ikan Bajubang, motif Tangkul, motif Kiambang, motif Tugu Siginjai serta motif Pompa Angguk dan akan menyusul motif Stupa. Motif-motif batik itu ada yang dibuat dengan proses batik tulis dan batik cap.

Soal pewarnaan, kelompok ini juga mengedepankan ramah lingkungan. Dimana dalam pewarnaan untuk batik mereka menggunakan bahan alam seperti kulit jengkol, sabut kelapa, kulit manggis, kulit kayu mahoni, kayu tinggi, serbuk kayu bulian dan daun jati. Untuk menciptakan warna, bahan-bahan alam tersebut direbus hingga tiga jam, kecerahan dan ketajaman warna tergantung usia dari bahan-bahan alam tersebut.

Kelompok batik ini membuat kain batik dengan ukuran 1,5-2 meter, baik batik tulis maupun batik cap. Satu helai kain batik tulis dengan panjang dua meter dibanderol mulai dari harga Rp700 ribu hingga Rp2 juta. Sedangkan batik cap di harga Rp200 ribu per helai.

Proses pembuatannya untuk batik tulis kata Tinah memang cukup lama, satu helai kain bisa selesai dalam waktu satu bulan, sebab itu harga batik tulis lebih mahal. Sementara batik cap bisa diproduksi dalam jumlah banyak dengan waktu yang singkat.

Selain menyediakan kain batik, kelompok ini juga menerima jasa jahit jika pembeli ingin langsung membuat busana. Pembeli cukup menambah uang Rp75 ribu sebagai upah jasa jahit. Meski dalam masa pandemi COVID-19 kata Tinah orderan tetap ada, mereka juga baru saja membuat pesanan 1.500 lembar masker batik.

Tinah selaku ketua kelompok bersyukur Rumah Batik Serumpun Berlian masih terus mendapat suntikan dana dari Pertamina EP Jambi. Tahun ini sudah memasuki tahun ketiga mereka dibina Pertamina EP Jambi. Ia dan anggotanya bertekad akan mandiri dan menjadi besar sehingga mampu mempekerjakan masyarakat setempat dengan jumlah yang lebih banyak.

Tinah juga berharap besar anggota yang tergabung saat ini mampu melebarkan sayap dengan mengembangkan ke industri rumah tangga mereka. Sebab itu anggota batik terus diberikan pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan keahlian mereka. Di samping itu, di rumah batik tetap tercipta generasi-generasi baru dan image “kampung narkoba” bisa berubah menjadi “kampung batik”. Mimpi besar itu kata Tinah, biarlah waktu yang menjawab.

Kembali ke “kampung narkoba”. Provinsi Jambi pada tahun 2017 berada di urutan ke-4 peredaran narkoba terbesar di Indonesia. Tempatnya adalah kawasan Legok. Namun di tahun 2019-2020 Jambi sudah berada di peringkat 26 Indonesia dalam peredaran narkoba.

Warga luar kata Tinah banyak yang takut masuk ke kawasan kampung Legok tersebut. Jika ada yang masuk mungkin itu membeli narkoba. Tapi ia bersyukur saat ini banyak pelanggannya sudah hilir-mudik untuk membeli batik di Rumah Batik Serumpun Berlian di samping mereka juga mempromosikan melalui dalam jaringan (daring).

Selain itu, batik yang dihasilkan dari Rumah Batik Serumpun Berlian juga kerap dipamerkan dalam pameran-pameran batik baik skala lokal maupun nasional. Lagi-lagi kata Tinah Pertamina EP Jambi yang menyediakan biaya akomodasi untuk keperluan mereka bepergian. Bahkan Batik Serumpun Berlian menjadi pusat perhatian saat Fashion Week di Palembang, Sumatera Selatan tahun 2019 lalu karena dikenal dengan keunggulan proses produksinya yang ramah lingkungan. Waktu itu, kelompok batik binaan PT Pertamina EP Jambi ini masih bernama Batik Sipin Jajaran.

Salah satu anggota Rumah Batik Serumpun Berlian, Yani, mengaku keberadaan rumah batik mampu mengubah ekonomi keluarganya. Biasanya pendapatan keluarga hanya mengandalkan sang suami, kini dengan membatik ia juga bisa memberikan andil dari apa yang dikerjakannya sebagai anggota rumah batik.

Komitmen

Jambi Legal and Relation Assistant Manager Jambi Field, Ari Rachmadi mengatakan Pertamina PEP Jambi dalam menyalurkan program pemberdayaan masyarakat tentu melihat potensi-potensi yang ada di kawasan yang dituju.

Menurutnya, di Kelurahan Legok masyarakatnya punya potensi dalam mengembangkan batik Jambi. Apalagi batik sudah menjadi kearifan lokal masyarakat Jambi. Hal itu juga didukung keberadaan kawasan wisata Danau Sipin yang menjadi salah satu ikon Kota Jambi.

Kolaborasi ekonomi kreatif dengan wisata tentu akan berdampak besar pada ekonomi masyarakat sekitar, mengingat masyarakat di kawasan tersebut juga masuk kategori ekonomi berpenghasilan rendah.

Pertamina EP Jambi katanya betul-betul menyalurkan bantuan dari nol hingga saat ini Rumah Batik Serumpun Berlian mampu eksis dalam produksi. Pertamina EP Jambi berkomitmen melakukan pendampingan kelompok batik tersebut.

Berdasarkan rencana kerja Pertamina EP Jambi, kelompok Batik Serumpun Berlian akan didampingi dengan pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana rumah batik selama lima tahun. Saat ini kata Rachmadi sudah memasuki tahun ketiga.

Penyaluran bantuan dari program perusahaan kata Rachmadi tidak sebatas hanya membantu sarana dan prasarana saja, tapi perusahaan juga melakukan pembinaan seperti memfasilitasi pelatihan-pelatihan anggota, pembukuan hingga pemasaran produk dan mengatasi kendala-kendala yang dihadapi kelompok. Itulah ketulusan Pertamina dalam melayani masyarakat. Sebab itu Pertamina EP Jambi berharap kelompok batik ini mampu mandiri setelah dilepas pendampingan oleh perusahaan.

"Inilah wujud kontribusi Pertamina EP Jambi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat sekaligus pelestarian budaya lokal. Kami berharap Kelompok Batik Serumpun Berlian dapat terus berkembang, hingga menjadi UKM Batik Jambi yang mandiri," kata Ari Rachmadi.

Selain rumah batik, Pertamina EP Jambi kata Ari Rachmadi juga ada program pengembangan kerajinan sablon tematik narkoba yang dikelola pemuda Kelurahan Legok. Kelompok itu diberi nama Putra Sablon Sipin Jajaran. Lokasinya juga bersebelahan dengan Rumah Batik Serumpun Berlian. Tujuannya sama, meningkatkan ekonomi masyarakat serta menjauhkan pemuda dari penyalahgunaan narkoba.

Program lain di kawasan itu yakni Gerakan Tanpa Penyalahgunaan Narkoba (Gentala). Program ini membentuk komunitas pemuda di Jambi yang peduli terhadap bahaya narkoba dan komunitas tersebut mengedukasi masyarakat tentang hal itu. Ada juga Festival Barisan Anti Narkoba Bersih dari Narkoba (Batik Bersinar) yang penyelenggaraannya juga dipusatkan di Rumah Batik Serumpun Berlian.

Dengan banyaknya program pemberdayaan masyarakat di Kelurahan Legok itu tentu banyak pula anggaran yang digelontorkan Pertamina EP Jambi dalam upaya mengedukasi masyarakat tentang bahaya narkoba dan meningkatkan ekonomi masyarakat.

Field Community Development Officer Pertamina EP Jambi, Ega Harvaliani, buka-bukaan terkait anggaran yang telah digelontorkan Pertamina EP Jambi. Ia menyebut sudah banyak sekali anggaran yang diperuntukkan untuk pemberdayaan masyarakat di Kelurahan Legok itu.

Untuk kelompok Batik Serumpun Berlian saja, kata Ega selain membantu peralatan, bahan baku dan perlengkapan membatik. Pertamina EP Jambi juga membangun infrastrukturnya, yakni rumah batik. “Pembangunan rumah batik itu saja, nominalnya lebih kurang Rp500 juta,” kata Ega.

Pembangunan rumah batik itu katanya juga hasil koordinasi yang baik Pertamina EP Jambi dengan Pemerintah Kota Jambi, sebab rumah batik tersebut dibangun di lahan yang dihibahkan Pemkot Jambi.

Selain itu, dalam menjalankan program tersebut, Pertamina EP Jambi kata Ega juga melibatkan Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Jambi mengingatkan kawasan binaan mereka adalah zona merah narkoba.

Ega selaku Petugas Pengembangan Komunitas Lapangan dari program tersebut mengungkapkan bahwa sesuai dengan tujuan awal, program tersebut targetnya adalah untuk memberdayakan masyarakat dan mengubah stigma kampung yang dikenal zona merah narkoba menjadi kampung wisata.

Ia berharap masyarakat Kelurahan Legok dapat berdaya, sesuai dengan potensi yang mereka miliki. Dan ke depan rumah batik khususnya, benar-benar bisa jadi pusat industri ekonomi kreatif di Kota Jambi.

Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2020