Sudah puluhan tahun Indonesia berstatus sebagai debitur pada sejumlah lembaga keuangan multilateral seperti Bank Dunia, International Monetary Fund atau IMF, dan Bank Pembangunan Asia

Jakarta (ANTARA) - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan pengelolaan dan pemanfaatan utang luar negeri kepada masyarakat secara aktif.

Menurut Bamsoet, sapaan Bambang Soesatyo, penjelasan yang komprehensif sangat diperlukan untuk menghindari kesalahan dalam memahami urgensi negara harus berutang.

"Semua elemen masyarakat harus mengawal penggunaan utang luar negeri Indonesia. Tak salah jika masyarakat menyoal atau mempertanyakan pemanfaatan utang sebagaimana yang telah diklaim menteri keuangan. Misalnya, mempertanyakan seberapa besar manfaat utang dalam memerangi kemiskinan di Indonesia. Termasuk mempertanyakan kepada Menkeu mengapa bunga utang yang dibayarkan Indonesia lebih tinggi,’" ujar Bamsoet di Jakarta, Kamis.

Bamsoet berharap dan terus mengingatkan Menteri Keuangan agar tetap berhati-hati dan bijaksana dalam mengelola utang luar negeri.

Baca juga: Pemerintah ciptakan tata kelola keuangan adaptif, bawa dampak positif

Baca juga: Kemenkeu: Utang Indonesia relatif kecil dibanding negara G-20 lainnya

Memang, kata dia, pemerintah sudah memiliki pengalaman yang mumpuni dalam mengelola utang luar negeri, namun negara ini harus tetap memiliki kehati-hatian dan transparansi di dalam pengelolaan utang tersebut.

"Sudah puluhan tahun Indonesia berstatus sebagai debitur pada sejumlah lembaga keuangan multilateral seperti Bank Dunia, International Monetary Fund atau IMF, dan Bank Pembangunan Asia," kata Bamsoet.

Ia menambahkan, masyarakat juga perlu didorong agar tidak terpaku pada jumlah atau angka-angka utang luar negeri.

Menurutnya, jauh lebih penting bagi masyarakat adalah menyoal atau mempertanyakan pemanfaatan utang luar negeri itu sendiri.​​​​​​​​​​​​​​

Bamsoet menilai pembiayaan pembangunan bangsa dengan utang bukan aib. Karena pendekatan yang sama juga dilakukan banyak negara, termasuk negara-negara kaya.

"Eropa yang hancur akibat perang dunia II kembali dibangun dengan hibah dan utang. Korea Selatan dan Jepang juga membiayai pembangunan infrastruktur dengan utang," ujar Bamsoet.

Ketua DPR RI ke-20 itu menuturkan bahwa belum lama ini Bank Dunia merilis statistik utang internasional (International Debt Statistics/ IDS).

IDS dari Bank Dunia itu menyebutkan bahwa Indonesia berada di posisi tujuh dari daftar 10 negara berpendapatan kecil-menengah dengan utang luar negeri terbesar.

Per 2019, utang luar negeri Indonesia tercatat sebanyak 402,08 miliar dolar AS, akumulasi dari utang luar negeri pemerintah, BUMN dan swasta.

Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini menambahkan, dapat dipahami Indonesia membutuhkan utang luar negeri untuk membiayai kebutuhan belanja yang mendesak, seperti penyediaan fasilitas kesehatan, kebutuhan ragam infrastruktur, hingga aspek ketahanan pangan.

Baca juga: Utang luar negeri meningkat, capai 413,4 miliar dolar AS pada Agustus

Baca juga: Utang luar negeri Indonesia triwulan II tercatat 408,6 miliar dolar

Menurut Bamsoet, jika pemerintah menunda-nunda kebutuhan mendesak itu, maka akan mengeskalasi masalah di kemudian hari.

"Dengan utang luar negeri, menteri keuangan mengklaim telah membiayai sejumlah proyek strategis seperti pelabuhan, penyediaan air bersih, sarana listrik, membiayai sektor pendidikan dan kesehatan hingga membangun bendungan, jalan, rel kereta api serta pemukiman," tutur Bamsoet.

Namun, Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini tetap mengingatkan pemerintah dalam hal ini menteri keuangan untuk mengelola utang dengan bijaksana agar rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) terus ideal.

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020