Surabaya (ANTARA News) - Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah tidak ingin penyelenggaraan Muktamar Satu Abad Muhammadiyah di Yogyakarta pada 3-8 Juli mendatang akan menjadi muktamar pilkada.

"Jangan sampai muktamar yang monumental itu menjadi muktamar pilkada atau muktamar parpol. Karena itu, kita harus belajar pada partner kita, yakni NU," kata salah satu Ketua PP Muhammadiyah, Haedar Nashir di Surabaya, Ahad.

Ketika membuka Musyawarah Pimpinan Wilayah (Musypimwil) III Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim, ia mengatakan, peserta Muktamar Muhammadiyah harus menjaga soliditas dan berpikir substantif.

"Kita harus menjaga muktamar di Yogyakarta itu betul-betul menjadi pertaruhan kita, karena muktamar itu muktamar satu abad yang merupakan tanggung jawab kita kepada bangsa dan negara," katanya.

Oleh karena itu, katanya, berpikir substantif merupakan kunci untuk sukses dalam muktamar monumental itu, sehingga tidak akan ada celah bagi pihak luar untuk melakukan intervensi.

"Kalau kita fokus pada substansi muktamar seperti agenda Muhammadiyah memasuki abad kedua, maka celah untuk intervensi itu tidak akan ada, karena pemilihan ketua juga sudah kita isi formulirnya," katanya.

Agenda abad kedua Muhammadiyah antara lain pandangan keislaman, komitmen kepada bangsa dan negara (risalah Muhammadiyah), revitalisasi cabang dan ranting, revitalisasi kader dan pembinaan anggota, dan dakwah kemasyarakatan (ekonomi, pendidikan, kesehatan).

"Kalau kita fokus pada substansi, saya kira muktamar kita tidak akan menjadi muktamar pilkada," katanya di hadapan ratusan pimpinan Muhammadiyah se-Jatim yang nantinya menjadi peserta muktamar itu.

Senada dengan itu, Ketua PWM Jatim Prof Syafiq A. Mugni menegaskan bahwa PP Muhammadiyah sudah memberikan contoh tentang "soliditas" (kebersamaan) untuk menghadapi intervensi.

"Apa yang dialami `partner` kita yakni NU sesungguhnya sudah terjadi pada kita, seperti indikasi pimpinan Muhammadiyah yang dipanggil `pejabat` untuk mengumpulkan PWM se-Indonesia tanpa koordinasi dengan PP Muhammadiyah," katanya.

Namun, katanya, hal itu teratasi dengan "soliditas" sehingga PP Muhammadiyah akhirnya memanggil pimpinan Muhammadiyah itu dan akhirnya pertemuan tak terlaksana.

"Karena itu, kita harus berpikir substantif dan menjaga soliditas untuk menghindari upaya-upaya yang membelokkan Muhammadiyah dari khittah-nya," katanya.

Ia mengimbau pimpinan Muhammadiyah se-Jatim untuk bersikap lebih dewasa dengan menjaga "soliditas" dan berpikir "substantif" supaya intervensi dari luar akan dapat dihindari.

Musypimwil III PWM Jatim itu ditandai dengan penerbitan buku "Mengamalkan Agama dengan Semangat Cinta" dan diskusi tentang "Kepemimpinan Muhammadiyah Masa Depan" yang menampilkan Ketua PWM Jatim dan Ketua PP Muhammadiyah.
(T.E011/A041/P003)

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010