"Ini novel saya yang kesembilan. Ceritanya mengambil suasana politik yang pernah saya lihat dan amati, khususnya situasi di Jawa Timur dan nasional," kata perempuan kelahiran Banjarmasin, 5 Maret 1970 itu kepada ANTARA News di Denpasar, Minggu.
Novel setebal 356 halaman itu ditulis sebagai bentuk pelampiasan rasa "sakit" Lan Fang dalam melihat perkembangan situasi politik, khususnya seputar pemilihan gubernur di Jawa Timur dan pemilu legislatif 2009.
"Walaupun saya tidak terlibat langsung di dalamnya, tetapi gegap gempita itu membuat kesehatan saya terganggu. Saya bukan saja menderita pusing dan mual setiap hari. Tapi saya memiliki penyakit baru yang tidak jelas," kata ibu dari tiga anak kembar ini.
Ia mencontohkan, penyakit yang dideritanya, seperti marah-marah tanpa sebab dan parahnya tidak tahu harus marah kepada siapa. Semakin hari penyakit itu dirasakannya semakin kronis sampai dia memutuskan untuk berhenti membaca koran.
"Saya juga tidak menonton televisi dan tidak membuka internet. Saya berpikir saat itu untuk melakukan pencucian jiwa. Maka saya berusaha menyelamatkan diri dari sakit yang bertumpuk dengan cara menulis. Saya menggali semua inti diri dan mengumpulkan orang-orang luar biasa," ujarnya.
Ia mengaku, kemudian menulis novel itu tanpa peduli apakah ia sadar atau tidak dengan apa yang ditulisnya. Sampai akhirnya cerita CHB selesai, ia juga tidak bisa membedakan yang mana kejadian serta tokoh fakta dan mana yang fiktif.
Novel itu bercerita tentang tokoh Ari, politisi bermata matahari yang tidak pernah mampu menangkap asap. Juga ada Rafi, politisi berkaki angin yang terjebak dalam basah gerimis serta Fung Lin yang menantikan laki-laki yang akan menciumnya di bawah hujan.
(T.M026/T010/P003)
Oleh
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010