Kenaikan tinggi di masa pandemi COVID-19 ini akan memberikan dampak negatif bagi penghidupan puluhan ribu pelinting SKT

Jakarta (ANTARA) - ​​​​Paguyuban Mitra Produksi Sigaret Indonesia (MPSI) meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kembali rencana kenaikan tarif cukai hasil tembakau pada 2021 mendatang karena akan semakin membebani para pekerja, khususnya buruh pelinting rokok.

Ketua Paguyuban MPS Sriyadi Purnomo mengatakan rencana kenaikan tarif cukai hasil tembakau merupakan kabar duka bagi para buruh pelinting Sigaret Kretek Tangan (SKT) yang tersebar di 27 kabupaten/kota di Pulau Jawa

"Kenaikan tinggi di masa pandemi COVID-19 ini akan memberikan dampak negatif bagi penghidupan puluhan ribu pelinting SKT yang mayoritas adalah tulang punggung keluarga,” ujar Sriyadi dalam pernyataan di Jakarta, Kamis.

Baca juga: Survey: Terjangkaunya harga sebabkan meningkatnya perokok anak

Pemerintah dikabarkan akan menaikkan tarif cukai hasil tembakau hingga dua digit. Ada kabar pemerintah akan menaikkan tarif cukai 17-19 persen. Pada tahun ini, pemerintah sudah menaikkan tarif cukai hasil tembakau sebesar 23 persen.

Sriyadi merinci dampak negatif kenaikan cukai pada sektor SKT yakni pertama, para ibu pelinting SKT yang mayoritas hanya berpendidikan Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP) terancam kehilangan pekerjaan karena permintaan pasar menurun.

"Belum lagi berkurangnya daya saing terhadap rokok yang diproduksi mesin. Jika industri SKT terganggu, nasib para buruh dan keluarganya terancam," kata Agus.

Baca juga: Kemenkeu: Pemerintah belum tentukan tarif cukai rokok 2021

Kedua, lanjut Sriyadi, perekonomian di sekitar lokasi produksi SKT seperti warung, pedagang kaki lima, toko kelontong, transportasi, dan kost juga akan turut terdampak.

Dengan pertimbangan tersebut MPSI memohon kepada presiden dan menteri keuangan agar tidak menaikkan tarif cukai rokok SKT sehingga buruh linting tak harus kehilangan pekerjaan dan dapat terus menafkahi keluarga.

Baca juga: Kenaikan cukai rokok dan perlindungan anak dalam keluarga

"Kami juga berharap pemerintah dapat menjauhkan selisih tarif cukai rokok kretek tangan dengan rokok mesin sehingga produk kretek tangan tetap kompetitif dan tenaga kerja terlindungi," ujar Agus.

Menurutnya, hal itu penting karena sektor kretek tangan merupakan segmen padat karya di mana satu pelinting mampu memproduksi 7 batang per menit, sementara satu mesin dapat menghasilkan hingga 16 ribu batang per menit.

Baca juga: YLKI: Kenaikan jumlah perokok pemula didorong masifnya iklan rokok

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020