Tahun 2018 perceraian di Kaltim tercatat 2.249 kasus, tahun 2019 mencapai 7.803 kasus
Samarinda (ANTARA) -
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) berupaya mencegah peningkatan kasus perceraian seperti yang terjadi pada 2019 yang mencapai 7.803 kasus dibanding 2018 sebanyak 2.249 kasus.

"Tahun 2018 perceraian di Kaltim tercatat 2.249 kasus, kemudian tahun 2019 lebih banyak lagi hingga mencapai 7.803 kasus," ujar Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Provinsi Kaltim Halda Arsyad di Samarinda, Rabu (21/10).

Ia menyebutkan dari 7.803 kasus perceraian yang tersebar pada 10 kabupaten/kota di Kaltim, Kota Samarinda menempati urutan tertinggi dengan jumlah 2.665 kasus perceraian.

Baca juga: Positif COVID-19 di Kaltim bertambah 210 kasus

Sebanyak 2.665 kasus itu, lanjutnya, sebanyak 70 persen merupakan kasus gugat cerai yang dilakukan oleh istri, sementara sisanya yang 30 persen merupakan talak cerai dari suami. Sementara kasus perceraian ini kebanyakan dilakukan mereka yang usianya di kisaran 40 tahun ke bawah.

Atas dasar tingginya angka perceraian ini, maka pihaknya berupaya mencari solusi agar kasus serupa tidak terjadi, minimal dapat ditekan, maka salah satu yang dilakukan adalah dengan advokasi atau konseling bagi calon pengantin.

Menurutnya, ketika pasangan sepakat hidup dalam satu rumah dalam tali pernikahan, maka pasangan harus saling memiliki kesabaran, terbuka dalam berbagai hal, hidup sederhana, gotong royong dalam rumah tangga, komunikasi antaranggota keluarga, dan komitmen suami istri untuk mencapai ketahanan berumah tangga.

Baca juga: Positif COVID-19 Kaltim bertambah 66 kasus

Baca juga: Rektor UIN: Keretakan keluarga karena kurang solusi

Pernikahan, lanjutnya, merupakan ikatan lahir batin dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia. Pernikahan bukan hanya tentang menyatukan dua hati, namun hal yang terpenting adalah tujuan dari pernikahan itu sendiri.

Untuk itu suami-istri perlu saling membantu dan melengkapi agar saling mengerti untuk mencapai kebahagiaan yang diinginkan, sehingga setiap ada masalah harus dikomunikasikan secara terbuka agar dapat diselesaikan bersama.

"Tujuan pernikahan yang ideal memang tidak mudah dicapai karena akan banyak permasalahan dalam perjalanannya, sehingga hal ini menuntut setiap pasangan lebih arif menyikapinya, kemudian tidak saling menyalahkan, namun harus menyikapi dan mencari solusi atas apa yang terjadi," ucap Halda.

Baca juga: Sebulan perceraian di Cirebon capai 1.000 perkara

Baca juga: Wali Kota sebut ada 5.000 perkara perceraian di Bandung

Pewarta: M.Ghofar
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2020