Makassar (ANTARA News) - Kaukus Budayawan Nahdlatul Ulama (NU) menyatakan tak satupun visi dan misi dari tujuh kandidat ketua umum pada Muktamar ke-32 di Makassar, yang memiliki pertimbangan kebudayaan.
Padahal, kata aktivis kaukus Ngatawi Al-Zastrouw di Makassar, Jumat, NU sejak semula merupakan gerakan kebudayaan yang berbasis tradisi pesantren yang sangat panjang.
"Muktamar hanya dijejali kepentingan praktis, persaingan dan egoisme yang berawal dari keinginan politik. Itu sama sekali tak berbudaya," ujarnya.
Sementara, kata dia, kebudayaan bagi NU adalah tindakan yang berdasarkan fikiran yang jernih dan hati nurani, berorientasi pada kearifan, menghindari prasangka dan tolong-menolong demi kebaikan bersama.
Makna kebudayaan seperti itu jelas berasal dari tradisi pesantren, dimana pesantren adalah tempat berkumpulnya berbagai kelompok masyarakat tanpa saling mengabaikan dan membangun kebaikan bersama.
Aguk Irawan menambahkan, nilai-nilai moderasi, toleransi, dan keadilan merupakan nilai yang berkembang di pesantren.
Sehingga tak mengherankan jika pada sosok pendiri NU, kebudayaan dikedepankan daripada sekadar pertimbangan dan langkah politik semata yang dikenal dengan nama politik kebudayaan.
Fakta ini perlu ditegaskan karena gerakan kebudayaan NU be belakangan hanya berupa retorika, sehingga NU sebagai jam`iyah semakin asing dari warganya sendiri.
Menurutnya, lahirnya komite hijaz, resolusi jihad, pendirian Badan otonomi (banom) Lesbumi, rumusan kembali ke khittah 1926 dan penerimaan Pancasila sebagai asas bernegara merupakan langkah-langkah yang diambil para pengurus NU masa lalu berdasar pertimbangan kebudyaaan.
"Oleh karena itu, kepada calon Ketua NU, para pendukung dan semua warga nahdliyin, kami mengimbau agar kembali ke kebudayaan," ujarnya.(Ant/R009)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010