Cameron yakin studio sibuk meraup keuntungan dari selera publik pada film 3D. Masalahnya, studio-studio itu kebanyakan menggunakan komputer untuk mengubah film standard 2-D ke 3-D dan bukan membuat film menggunakan teknologi asli 3-D.
Menurut cameron seperti diberitakan Reuters, konversi 2-D ke 3-D hanya menghasilkan film yang kwalitasnya lebih rendah, dan bisa-bisa penonton menolaknya.
Sutradara tersebut pantas saja berkata demikian. Dia membuat Avatar dalam format asli 3-D dan tak mau tunduk kepada kehendak studio.
Selain Cameron, sutradara lain yang punya pendapat sama adalah Michael Bay, si pembuat Transformers.
"Masalahnya adalah, keputusan harus ada di tangan pembuat film dan seharusnya tidak oleh studio. Kalau sampai studio yang menentukan, mereka akan mengorbankan kualitas demi menghemat biaya,"kata Cameron.
Studio-studio memang sedang demam mengkonversi 2-D ke 3-D, misalnya Walt Disney Co dengan Alice in Wonderland.
Pada 2 April, Warner Bros, dari Time Warner Inc akan merilis film aksi "Clash of the Titans" yang dikonversi dengan komputer menjadi 3-D.
3D Sebagai Kutub
Warner Bros saat ini berencana merilis semua film utamanya dalam bentuk 3D. Hal itu dikatakan kata Alan Horn, seorang pejabat studio.Dia mengatakan konversi ke 3-D tidak mengurangi kenikmatan menonton.
Beberapa pihak menyebut biaya konversi adalah cukup murah yaitu sekitar lima juta dolar AS tiap satu film. Ini jauh lebih murah dibandingkan jika melakukan pengambilan gambar dengan teknologi asli 3-D. jauh lebih mahal, kata pengamat industri film. Tetapi, klaim itu sebab Avatar merupakan salah satu dari sedikit film aksi yang gambarnya diambil dalam 3D.
Avatar resminya menghabiskan biaya 237 juta dolar, kebanyakan biaya itu untuk membuat peralatan baru.
Sutradara "Transformer juga telah bergabung dalam perdebatan itu dengan komentar di situs web industri film Deadline.com minggu ini.
Michael Bay mengatakan dirinya "tidak bisa "diobral" untuk konversi 2-D ke 3-D.
Para pemerhati film mengemukakan konversi ke 3-D akan menurunkan kwalitas sebab akan tampak beberapa lapis tampilan tapi kurang "smooth", begitu juga dalam hal persepsi kedalaman.
Tapi, tidak semua pembuat film mengutamakan teknologi 3-D.
Sutradara "Alice" Tim Burton mengatakan kepada para wartawan bulan lalu bahwa tak ada "gunanya" syuting film dalam 3-D karena hanya akan membuat produksi menjadi lebih rumit.
"Dengan peralatan saat ini, anda dapat membuat 3D yang baik maupun yang buruk, konversi yang baik maupun yang jelek," katanya.
Cameron bahkan mengkonversi film "Titanic" karyanya tahun 1997 dalam bentuk 3-D untuk dirilis pada musim semi 2012, lalu mengatakan bahwa teknologi yang akan digunakan untuk konversi tidak yang murahan.(ENY/A038)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010