Batam (ANTARA News) - Wartawan kelak wajib bersertifikat profesi yang terbagi dalam tiga kualifikasi yaitu wartawan muda, wartawan madya, atau wartawan utama, kata anggota Dewan Pers Wina Armada Sukardi serta ABG Satria Narada.
Sertifikasi kompetensi itu mengharuskan wartawan menjalani dan lulus ujian Standar Kompetensi Wartawan (SKW), kata Wina dalam Sosialisasi SKW kepada insan pers, pejabat humas pemerintah dan instansi swasta serta perguruan tinggi di Batam, Kamis.
Lembaga yang dapat melaksanakan uji kompetensi wartawan adalah perguruan tinggi pengelola program studi komunikasi/jurnalistik, lembaga pendidikan kewartawanan, perusahaan pers dan organisasi wartawan yang telah memenuhi kriteria dari Dewan Pers.
Hanya wartawan yang dapat mengikuti ujian SKW.
"Silakan pilih di lembaga mana. Kalau sekali gagal, boleh mengulang. Kalau 200 kali ujian tetapi tidak bisa lulus, harap tahu diri, mungkin tidak berbakat," kata Wina.
Dewan Pers dengan peraturan No 1/Peraturan-DP/II/2010 pada 2 Februari 2010 mengesahkan dan memberlakukan SKW yang kemudian diumumkan pada peringatan Hari Pers Nasional, 9 Februari di Palembang.
SKW sebelumnya dibahas 89 orang dari unsur lembaga pers, ahli bahasa, wartawan, pemantau media, asosiasi perusahaan media dan perguruan tinggi, kemudian dirumuskan 12 orang yang diketuai Wina Armada Sukardi.
Selambat-lambatnya dua tahun sejak pengesahan dan pemberlakuan SKW, perusahaan pers dan organisasi wartawan yang dinyatakan lulus verifikasi oleh Dewan Pers sebagailembaga penguji SKW, harus menentukan jenjang kompetensi para wartawan di perusahaan atau organisasinya.
Satria Narada yang juga Pemred Harian Bali Post mengemukakan, pemberlakuan SKW tidak bermaksud membelenggu kebebasan pers, melainkan justru untuk mewujudkan pers di Indonesia salah satu pilar demokrasi dan pengusung kebebasan pers dalam bingkai Pancasila.
Media pers di Indonesia pascareformasi berkembang pesat hingga jumlahnya sulit dihitung, dan wartawan kini bisa menulis dengan merdeka tanpa harus selalu takut perusahaannya diberangus atau dirinya dipenjara.
Akan tetapi, kata Satria, kemerdekaan itu terancam diri sendiri akibat penerbitan pers lebih banyak oleh kalangan pengusaha dan politikus sehingga produknya untuk masyarakat bermutu rendah, bahkan menjadi alat kepentingan perusahaan, pribadi dan golongan.
Permasalah tersebut diperparah kekurangan pasokan tenaga wartawan, sementara perguruan tinggi belum bisa memenuhi kebutuhan akan tenaga wartawan berkualitas dan beridealisme pejuang pers, ujar Satria Narada, CEO Bali TV Group.
Mengenai efektivitas SKW, ia mengatakan, pemberlakuan standar kompetensi itu bukan satu-satunya cara pemecahan berbagai masalah, dan Dewan Pers pun tidak akan sendirian dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan pers, katanya. (Ant/K004)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010