"BP Migas itu harusnya dilikuidasi saja" kata Kurtubi saat diskusi di Jakarta, Kamis, dalam seminar transparansi sektor migas yang digelar Indonesia Corruption Watch.
Dia melanjutkan, "Selain itu BP Migas ini bukan entitas bisnis tetapi milik negara, sehingga tidak bisa berbisnis. Justru malah sangat merugikan negara."
Karena bukan entitas bisnis akibatnya minyak yang didapatnya tidak bisa diolah dan dijual, sebaliknya jika BP Migas entitas bisnia maka bisa menjual minyak dengan harga setinggi-tingginya.
Kurtubi mencontohkan blok LNG Tangguh di Papua yang tidak diusahakan BP Migas, tetapi kontraktor swasta yang ternyata menjual LNG murah ke China.
"Untuk Tangguh ini ada potensi kerugian negara Rp500 triliun per tahun," kata Kurtubi.
Kurtubi juga menyoroti tiadanya Dewan Komisaris di BP Migas, seperti ditemua di Perusahaan Terbatas atau wali amanah seperti di BHMN sehingga tidak ada yang langsung mengawasi BP Migas.
"Padahal BP Migas ini mengelola keuangan untuk `cost recoverry" yang nilainya sampai Rp100 triliun per tahun," kata Kurtubi.
Kurtubi juga mengusulkan perombakan total pada sistem pengelolaan migas Indonesia yang mesti dilakukan Dirjen Migas ESDAM sebagai regulator bidang migas.
Sementara pengelolaannya diserahkan ke BUMN sebagaimana diamanatkan UUD 1945.
"Sekarang ini yang terjadi pemerintah melakukan kontrak dengan swasta. Ini merendahkan pemerintah," kata Kurtubi.
Kurtubi menyarankan kontrak harus sejajar "business to business", misalnya antara PT Pertamina dengan kontraktor, namun PT Pertamina harus berubah dahulu. (*)
J004/H-CS/AR09
Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010