Padang (ANTARA News) - Praktisi hukum Alvon Kurnia Palma menilai, jika Komjen Pol Susno Duadji ditetapkan sebagai tersangka kasus pencemaran nama baik di kepolisian, bisa menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum.
"Masyarakat akan mengatakan jenderal berbintang tiga saja yang melaporkan kasus dipidanakan, apalagi masyarakat biasa," kata Alvon di Padang, Rabu.
Mantan Direktur LBH Padang itu mengatakan pasal pencemaran nama baik juga tidak pas digunakan polisi pada Susno, karena laporan Susno menyangkut kepentingan umum.
Hal ini, kata dia, sesuai dengan pasal 310 KUHP, ayat 3 yang mengatur alasan penghapus pidana yaitu untuk kepentingan umum.
Dengan demikian, menurut Alvon Polri bisa dinilai melanggar konstitusi, karena melakukan tindakan yang bertentangan dengan pasal 1 UUD 1945 yang intinya, hukum harus dijalankan berdasarkan "rule of law".
Ia mengatakan, seharusnya polisi menyelesaikan dulu kasus yang disampaikan Susno.
"Saksi-saksi belum diperiksa, bukti-bukti belum cukup, kenapa Susno ditetapkan jadi tersangka," katanya.
Dugaan makelar kasus di kepolisian mencuat setelah mantan Kabareskrim Polri Komjen Pol Susno Duadji menyebutkan bahwa ada dugaan pelanggaran dalam penyidikan rekening mencurigakan Rp25 miliar milik staf Ditjen Pajak, Gayus Tambunan.
Mantan Kabareskrim ini juga menyebut ada makelar kasus yang diduga berkantor di dekat ruang kerja Kapolri.
Susno juga telah memberikan keterangan masalah itu ke Satgas Pemberantasan Mafia Hukum sehingga Satgas melakukan klarifikasi masalah itu ke Kapolri.
Sebelumnya, Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Pol Ito Sumardi mengatakan, penyidik Polri segera memanggil mantan Kabareskim Komjen Pol Susno Duadji sebagai tersangka pencemaran nama baik.
Ito mengatakan hal itu usai mendampingi Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri saat menerima Satgas Pemberantasan Mafia Hukum di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu.
Namun, Ito tidak secara tegas menyebutkan bahwa Susno telah menjadi tersangka namun hanya menyebut secara implisit saja.
(T.O003/R009)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010