Baca juga: Ketua IDI Bali: Postingan Jrx lemahkan semangat tenaga kesehatan
Ia mengatakan setuju terkait postingan Jrx SID yang menolak tes cepat COVID-19, terutama jika posisinya seperti yang dialami oleh saksi korban.
"Saya setuju kalau posisinya seperti saya, Saya setuju karena memang ibu hamil itu kenapa tidak ditangani terlebih dahulu seperti protes yang diberikan bapak Jrx. Jadinya saya di sini ingin sampaikan pernyataan saya alami apa yang dibilang sama bapak Jrx," ucapnya.
Gusti Ayu Arianti menjelaskan bahwa sebelumnya, pada bulan 18 Agustus 2020, ia mengalami pecah ketuban. Kemudian, bersama suaminya langsung pergi menuju RSAD Mataram, NTB. Awalnya ia tidak mengetahui jika harus melampirkan syarat rapid tes terlebih dahulu.
Baca juga: Disidangkan virtual, jaksa sebut eksepsi pengacara Jrx tidak berdasar
Selanjutnya saksi korban bersama suaminya menuju puskesmas di Pegesangan, Mataram, untuk dites cepat COVID-19. Setelah itu, saksi korban bersama suaminya menuju Rumah Sakit Permata Hati.
"Lalu ke RS Permata Hati. Sampai di sana ditanya "Enggak ada hasil rapid dari Puskemas?" Terus saya bilang ada tapi saya bilang saya sudah pecah ketuban. Apa saya tidak bisa dibantu dulu? Lalu, saya dibawa ke UGD. Sampai UGD detak jantung anak saya sudah lemah dan sampai akhirnya ada alat yang dipasang di perut saya, untuk mendeteksi detak jantung bayi saya," jelasnya.
Setelah melalui proses tersebut, dan karena kondisi anaknya dengan detak jantung lemah maka dilakukan operasi sesar. Namun, kata dia setelah itu kondisi anak yang dilahirkannya diketahui telah meninggal dunia.
Baca juga: Jrx SID siap hapus medsosnya demi dikabulkan penangguhan penahanannya
Pewarta: Ayu Khania Pranishita
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2020