Orang dengan tipe "climbers" ini akan menyikapi permasalahan yang menghadang dengan pikiran positif, optimistis dan percaya diri
Surabaya (ANTARA) - Psikolog dari Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya Dr Nono Hery Yoenanto, S.Psi., M.Pd. mengharapkan seluruh elemen di pondok pesantren (ponpes) dapat berposisi sebagai orang dengan tipe "climbers" (pendaki) dalam menghadapi pandemi COVID-19.
"Ini dilakukan untuk mengurangi dampak multidimensi di dalam lingkungan ponpes akibat pandemi COVID-19," katanya saat menjadi pemateri dalam webinar "Santri Tangguh, Sehat dan Produktif di Era Pandemi COVID-19", yang diselenggarakan oleh Geliat Airlangga bekerja sama dengan Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) di Surabaya, Selasa.
Menurut dia, orang dengan tipe climbers ini akan menyikapi permasalahan yang menghadang dengan pikiran positif, optimistis dan percaya diri dibandingkan dua tipe lain, yaitu tipe "quitters" (orang-orang yang berhenti) dan tipe "campers" (orang-orang yang berkemah) sehingga orang dengan tipe climbers akan lebih mampu mengatasi masalah yang dihadapi.
Selain itu, lanjut dia, kunci lainnya adalah, para pengasuh ponpes, ustadz, ustadzah dan seluruh santri dituntut pula meningkatkan resiliensi (kemampuan untuk beradaptasi dan tetap teguh dalam situasi sulit.. Ini sebagai upaya untuk tetap tangguh bertahan menghadapi situasi sulit seperti saat ini.
"Resiliensi itu sendiri adalah kapasitas seseorang untuk merespon secara sehat dan produktif ketika menghadapi kesulitan. Resiliensi masing-masing orang itu berbeda-beda. Tetapi, ustadz, ustadzah dan pengasuh ponpes harus memotivasi santri. Jika pengasuh ponpes resiliensinya bagus, maka itu akan diikuti oleh seluruh santri," katanya.
Di hadapan pengasuh empat ponpes besar di Jombang, masing-masing PP Darul Ulum, PP Bahrul Ulum, PP Mambaul Ma’arif, dan PP Tebu Ireng, serta satu ponpes di Kediri yaitu PP Lirboyo, Hery Yoenanto mengatakan untuk meningkatkan resiliensi seseorang dibutuhkan rumus OPERATEB (optimis, kendalikan impulse/dorongan, memiliki empati, regulasi emosi secara tepat, analisis situasi/penyebab, tingkatkan aspek positif, efikasi diri, bersyukur).
Rumus OPERATEB ini, menurut dia, bisa dijadikan patokan pengasuh ponpes untuk mengenalkan AKB kepada santri di lingkungan ponpes. Langkah dengan rumus tersebut bisa dijadikan pegangan pengasuh ponpes, sebagai upaya memutus penyebaran COVID-19 di lingkungan internal pondok.
"Pandemi COVID-19 ini berdampak multi dimensi, baik itu dampak perubahan dari sisi spiritual, perubahan dampak sisi sosial, dampak finansial, dampak pendidikan, dampak kesehatan fisik dan mental, serta dampak keluarga. Sementara pondok pesantren sendiri memiliki kemampuan berbeda-beda dalam kesiapan Adaptasi Kesiapan Baru," kata Hery Yoenianto.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur Herlin Ferliana juga menekankan pentingnya membuat santri menjadi tangguh menghadapi pandemi COVID-19. Ia berharap, semua ponpes di Jawa Timur menjadi ponpes yang tangguh. Dengan sarana dan fasilitas yang ada di Ponpes, bisa dilakukan upaya preventif pencegahan penularan COVID-19.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur berkomitmen untuk melakukan pengawalan dan pendampingan kepada seluruh elemen ponpes di Jawa Timur yang jumlah ponpes mencapai 4.718 pondok, dan jumlah santri mencapai 928.363 orang.
"Kami akan terus melakukan pengawalan dan pendampingan, sehingga nanti adik-adik santri disana tetap sehat. Begitu juga dengan pengasuh dan pimpinan pondok pesantren, kita kawal dengan sebaik-baiknya," katanya saat memberikan sambutan pembuka dalam kegiatan webinar.
Menurut dia santri yang sehat bukan hanya terhindar dari penyakitnya saja, akan tetapi juga sehat badannya, jiwanya, sosialnya, sehingga memiliki imunitas tinggi.
"Perang melawan corona ini belum berakhir. Jangan menyerah dan terserah. Semua harus berjuang," kata Herlin.
Ketua Persatuan Dokter NU Jawa Timur, dr. Heri Munajib mengingatkan seluruh elemen di ponpes, bahwa pandemi COVID-19 ini bukanlah abal-abal atau sekedar settingan, karena sudah dialami oleh banyak orang.
"Pandemi ini betul-betul ada. Ini bukan settingan atau konspirasi seperti yang banyak disampaikan. Covid ini penyakit dengan seribu wajah, mulai dari yang tidak ada gejala sampai dengan gejala berat. Tetapi yang harus diingat juga, Covid itu bisa diobati hingga sembuh. Kuncinya, jika ada gejala segera berobat, jangan ditunda," katanya.
Tenaga khusus Kelangsungan Hidup dan Perkembangan Anak (CSD) UNICEF Indonesia Dr. Armunanto, Drs, M.PH., juga mengingatkan bahwa seluruh santri dan elemen lain di lingkungan pondok pesantren harus tetap kuat dan siap untuk beradaptasi dengan kebiasaan baru.
"Selalu melakukan 3M. Yaitu, memakai masker, mencuci tangan menggunakan sabun, menjaga jarak di lingkungan masing-masing. Pandemi COVID-19 masih belum selesai sampai saat ini. Maka perlu diskusi dan sharing untuk penguatan psikologis," katanya.
Secara nasional per bulan Februari 2020, jumlah ponpes se-Indonesia tercatat sebanyak 28.194 ponpes, dengan jumlah santri sekitar 18 juta orang (santri mukim, non-mukim, TPQ, Madrasah), dan jumlah pengajar mencapai 1.500.000.
Baca juga: Satgas COVID-19: Pondok pesantren perlu sediakan ruang isolasi
Baca juga: Ponpes Lirboyo Kediri jadi percontohan pesantren tangguh
Baca juga: Gugus Tugas Jatim distribusikan alat kesehatan ke ratusan pesantren
Baca juga: Meneropong penerapan panduan protokol COVID-19 di pondok pesantren
Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2020