Dalam sambutannya Fadel mengatakan, ruang lingkup piagam kesepakatan mencakup hal penting dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan, yakni; (1) pengembangan sistem monitoring, controlling and surveillance (MCS) dan patroli bersama dalam rangka penindakan pelanggaran penangkapan ikan serta penegakan hukum di perairan yuridiksi nasional, (b) penelitian dan pengembangan potensi sumber daya kelautan dan perikanan serta ekosistem lingkungan laut, (c) pembangunan dan pemberdayaan masyarakat pesisir dan pemanfaatan pulau-pulau kecil. Selain itu, cakupan lainnya adalah; (d) pengelolaan dan pemetaan tata ruang wilayah laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil, (e) pendidikan dan pelatihan kelautan dan perikanan dalam rangka pengembangan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia, (f) pemanfaatan sarana dan prasarana milik KKP dan TNI-AL dalam rangka pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan secara optimal, dan (g) pengembangan sistem dan pertukaran informasi tentang sumber daya kelautan dan perikanan.
Di samping untuk memperkuat pertahanan wilayah sebagai bagian Negara Kesatuan Republik Indonesia, piagam kesepakatan bersama dua instansi yang jangka waktunya berlaku hingga 5 tahun ini juga memiliki dimensi politik, ekonomi, sosial maupun budaya. Menurut Fadel, dalam dimensi politik sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas lautan dan letak geografis yang strategis, Indonesia rentan terhadap ancaman pelanggaran atau gangguan kedaulatan oleh negara dan bangsa lain. Untuk itu, dalam menjaga ketahanan dan keamanan negeri ini terutama di laut dan pulau-pulau terdepan, bukan hanya menjadi tanggung jawab TNI AL, namun seluruh komponen bangsa termasuk juga KKP.
Dalam dimensi ekonomi, sumberdaya kelautan dan perikanan Indonesia termasuk pulau-pulaunya memiliki kekayaan yang berlimpah, khususnya sumberdaya ikan yang kerap dicuri oleh negara lain. Dalam dimensi sosial kerjasama antara TNI-AL dan KKP ini merupakan sesuatu yang sangat penting mengingat masyarakat yang tinggal di pulau kecil, terpencil terutama di bagian terdepan yang berbatasan dengan negara tetangga memerlukan perhatian khusus yang berbeda dengan masyarakat lainnya. Sedangkan dalam dimensi budaya, kedua institusi ini memiliki tantangan yakni menciptakan paradigma kelautan, kebaharian, atau kemaritiman bagi seluruh komponen bangsa.
Lebih lanjut Fadel mengatakan, sebelumnya TNI AL dan KKP juga telah menandatangani nota kesepahaman kerjasama lainnya, yakni tentang Pinjam Pakai Senjata dan Amunisi pada tahun 2008, tentang Kerjasama Patroli dan Pengembangan Sistem Monitoring, Controlling and Surveilance (MCS) dalam rangka Optimalisasi Penegakan Hukum di Laut pada tahun 2008, serta tentang penggunaan Lahan TNI AL di Posal Sei Pancang-Sebatik. Melalui piagam kesepakatan yang baru saja ditandatangani ini, diharapkan kedua belah pihak dapat terus meningkatkan kerjasama tidak sebatas hanya melakukan pemberantasan illegal fishing serta penggunaan sarana dan prasarana pengamanan laut, namun juga pengembangan kerjasama di bidang pendidikan dan pengembangan SDM, pertukaran informasi, penelitian dan pengembangan sumberdaya kelautan beserta lingkungannya, pemetaan wilayah pesisir. Adanya peningkatan kerjasama kedua instansi ini juga diharapkan dapat menjadikan kelautan dan perikanan sebagai pengerak utama perekonomian serta menjadikan Indonesia sebagai penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar tahun 2015 ini akan semakin mudah dicapai.
Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Sri Indrastuti, S.Pi, Plh. Kepala Pusat Data, Statistik dan Informasi; Dr. Soen'an H. Poernomo, M.Ed, Kepala Pusat Data, Statistik, dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan, HP.0816193391
Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2010