Jakarta (ANTARA) - Kita semestinya sedang berpesta merayakan agenda olahraga besar nasional, yakni Pekan Olahraga Nasional (PON) 2020 Papua dan ajang tersebut patut dirayakan dengan gegap gempita bukan hanya karena terjadi empat tahun sekali, tetapi juga merupakan pentas pembuktian hasil pembinaan atlet daerah.

Dua bulan sebelumnya atau Juli hingga Agustus juga seharusnya menjadi momentum perayaan pesta olahraga terakbar sejagad Olimpiade 2020 Tokyo.

Ada beberapa atlet Indonesia yang diunggulkan meraih medali di Tokyo. Dari cabang bulu tangkis ada pasangan ganda putra nomor satu dan dua dunia Kevin Sanjaya/Marcus Gideon serta Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan. Ada juga Praveen Jordan/Melati Daeva yang tengah dalam performa terbaiknya usai menjuarai All England 2020.

Pada cabang lainnya, ada lifter senior Eko Yuli Irawan yang sejak Olimpiade 2008 Beijing tak pernah absen menyumbangkan medali. Di Olimpiade Tokyo, lifter berusia 31 tahun itu diyakini mampu merebut medali emas pertamanya di pesta terakbar empat tahunan itu.

Baca juga: KONI Pusat usulkan PON Papua digelar 2-13 Oktober 2021
Baca juga: IOC putuskan Olimpiade digelar 23 Juli 2021

Mundur lebih jauh beberapa bulan ke belakang atau tepatnya pada Mei lalu, tim nasional bulu tangkis Indonesia semestinya terbang ke Denmark untuk berlaga pada ajang Piala Thomas dan Uber 2020. Tak sedikit yang memprediksi jika tim putra bisa merebut trofi lambang supremasi kejuaraan tepok bulu beregu paling bergengsi tersebut.

Bukan maksud berspekulasi apalagi berimajinasi. Tetapi jika melihat daftar peserta di mana Indonesia datang sebagai unggulan pertama, mungkin saja saat ini kita masih dalam suasana gembira sebab Piala Thomas yang sudah lama dinanti-nantikan itu akhirnya kembali ke Tanah Air setelah 18 tahun berlalu.

Namun sayang, semua yang dibayangkan itu ternyata harus tertunda lebih lama sejak wabah virus corona muncul menghantam hampir seluruh negara di dunia, mengacaukan seluruh agenda olahraga baik nasional maupun internasional.

Baca juga: Persaingan ketat Marcus/Kevin dan Ahsan/Hendra menuju Olimpiade 2020
Baca juga: Eko Yuli dan berkah di balik penundaan Olimpiade

Roti dan sirkus

Genap delapan bulan lamanya kita belum bisa menyaksikan kompetisi olahraga profesional nasional. Padahal katanya manusia tidak hanya hidup dari roti (pinem), tetapi juga sirkus (circenses), demikian kata pepatah Romawi kuno.

Maksudnya, selain bekerja supaya kenyang, manusia juga butuh hiburan untuk melupakan sejenak segala persoalan yang mengoyak kehidupan.

Dan olahraga diyakini menjadi salah satu katarsis atau sarana penyaluran emosi masyarakat terutama dalam kondisi serba tak menentu saat ini. Selain itu, olahraga juga bisa menjadi sumber kebangkitan perekonomian nasional yang tengah terpuruk akibat pandemi.

Sejatinya, sinyal positif bangkitnya kegiatan dan industri olahraga sudah muncul jauh-jauh hari. Lagi-lagi jika kita berandai-andai kondisi normal, kompetisi sepak bola dan bola basket profesional saat ini seharusnya sedang bergulir.

Namun rencana tersebut mendadak harus dibatalkan beberapa hari sebelum penyelenggaraan lantaran tak mengantongi izin dari kepolisian. Belum lagi ada Pilkada serentak pada 9 Desember. Kemungkinan besar Indonesia bakal tanpa kompetisi apapun di sisa tahun ini.

Sepahit apapun kenyataan ini, seluruh pihak harus memahami realitas. Sebab jika berkaca pada Bundesliga, Liga Premier, atau Liga Italia misalnya, mereka bisa melanjutkan kompetisi karena didukung dengan menurunnya grafik kasus infeksi dan kematian akibat COVID-19 di negaranya.

Baca juga: Saat Bundesliga mulai lagi
Baca juga: Akhirnya Liga Inggris ikuti jejak Bundesliga

Berbeda dengan NBA. Meski jumlah kasus virus corona di AS sangat tinggi, tapi penyelenggaraan kompetisi bola basket profesional itu digelar di satu venue atau biasa disebut gelembung. Langkah tersebut ditempuh untuk menjamin tak terciptanya kerumunan di luar stadion.

Berbanding terbalik dengan kondisi Indonesia yang kasus infeksi hariannya saja masih tinggi dan belum juga menunjukkan tanda-tanda melandai secara signifikan.

Jika penyelenggara pada akhirnya memutuskan menutup seluruh kompetisi olahraga pada tahun ini, kemudian seluruh pihak, termasuk pemain, klub dan penggemar legawa menerimanya tentu itu layak diapresiasi. Maklum, jika tak ada kompetisi, jelas roda perekonomian yang berasal dari industri olahraga pun terhenti.

Solidaritas dan gotong royong tampaknya adalah kunci untuk bertahan sekaligus tak memperparah kondisi saat ini. Jangan sampai hanya karena kepentingan beberapa pihak justru mengesampingkan keselamatan bersama. Sebab hidup bukan cuma demi “roti dan sirkus” sejumlah orang saja bukan?

Keputusan pemerintah dan penyelenggara untuk menunda seluruh kompetisi di tahun ini, meski dilematis, merupakan pilihan yang tepat di saat situasi masih mengancam seperti sekarang.

Ketimbang larut meratapi kenyataan pahit ini, bukankah lebih baik jika kita mulai fokus mempersiapkan diri ke perhelatan ajang olahraga yang padat pada 2021? Jangan lupa ada dua hajatan terbesar di tahun depan yang akan menjadi pertaruhan harkat bangsa, yakni Piala Dunia U-20 2021 dan MotoGP Mandalika.

Itu belum termasuk dengan agenda prioritas lainnya yang juga perlu dipersiapkan seperti Olimpiade Tokyo, SEA Games 2021 Vietnam, dan PON Papua, yang sama-sama membawa misi besar.

Baca juga: Lakers juara NBA 2020 setelah kalahkan Heat di game keenam
Baca juga: Demi laju jauh timnas Indonesia di Piala Dunia U-20
Baca juga: Penyelenggara bakal datangkan Valentino Rossi di GP Mandalika 2021

Bertahan

Demi mengoptimalkan persiapan menuju perhelatan pada 2021, pemerintah khususnya Kementerian Pemuda dan Olahraga tak duduk diam. Kemenpora telah melaksanakan tugasnya menjamin kegiatan olahraga prestasi maupun olahraga masyarakat tetap berjalan meski masih adanya ancaman wabah.

Pada Juni, Kemenpora telah menerbitkan protokol pencegahan penularan COVID-19 pada kegiatan kepemudaan dan keolahragaan dalam mendukung keberlangsungan pemulihan kegiatan melalui adaptasi perubahan pola hidup dalam tatanan normal baru. Panduan itu menjadi acuan induk cabang olahraga dalam menggelar pelatnas dan kompetisi di tengah pandemi.

Sejumlah cabang olahraga saat ini bertahan menggelar pelatnas di tengah ketidakpastian kapan mereka akan kembali turun dalam sebuah kompetisi. Sebut saja bulu tangkis, yang terombang-ambing dibuat pusing oleh jadwal turnamen BWF yang sudah berkali-kali mengalami perubahan. Maklum, jika merujuk pada kalender normal, para atlet biasanya mengikuti setidaknya satu atau dua kejuaraan setiap bulannya.

Baca juga: Kemenpora terbitkan protokol kegiatan olahraga nasional
Baca juga: Setelah vakum lima bulan, PB PABBSI uji lifter lewat tes internal

Hal serupa juga ditempuh Pengurus Besar Perkumpulan Angkat Besi Seluruh Indonesia (PB PABSI). Setelah vakum lima bulan, PABSI kini kembali menguji lifternya lewat tes internal yang digelar rutin satu kali dalam sebulan.

Begitupun dengan cabang olimpiade lainnya, seperti atletik dan panahan yang tak mau dibuat menyerah begitu saja oleh kondisi. Mereka mulai kembali menggelar pelatnas seperti biasa untuk menatap perhelatan olahraga pada tahun depan.

Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali juga menjamin bahwa pemerintah akan tetap menyalurkan dana bantuan pembinaan secara utuh tanpa potongan. Hal itu dipastikan Menpora menjawab kekhawatiran sejumlah pihak sehubungan dengan kebijakan pemerintah yang masih fokus dalam percepatan penanganan COVID-19.

Sepanjang tahun ini, Kemenpora telah beberapa kali melakukan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dana bantuan fasilitas pelatnas dengan sejumlah induk organisasi cabang olahraga, antara lain PB PASI (atletik), PP Perpani (panahan), dan PRSI (renang). Kemenpora mengalokasikan anggaran sekitar Rp154 miliar untuk kebutuhan pembinaan atlet pelatnas tahun 2020.

Baca juga: FPTI, PSOI, dan NPC Indonesia teken MoU Pelatnas 2020
Baca juga: Kemenpora dan tiga cabor tandatangani MoU pelatnas Olimpiade 2020
Baca juga: PB ISSI dan PELTI teken MoU pelatnas Olimpiade 2020

Meski tak ada kompetisi apapun di tahun ini, Kemenpora tetap berkomitmen mendukung pembinaan atlet terus berjalan. Dalam berbagai kesempatan, Zainudin selalu menyampaikan jangan sampai pandemi justru membuat Indonesia semakin tertinggal dengan negara tetangga saat kembali pentas di kancah internasional.

“Kami terus mendorong induk cabor untuk melakukan upaya, paling tidak mempertahankan kondisi atletnya. Apalagi untuk mereka yang sudah dipersiapkan untuk tampil di kegiatan olahraga nasional maupun internasional tahun depan," kata Zainudin.

Delapan bulan terakhir menjadi waktu yang berat memang, baik bagi atlet maupun pelatih. Mereka dituntut terus berlatih tanpa tahu kapan bisa kembali bertanding, padahal sebuah kejuaraan sangat dibutuhkan demi menjaga para atlet agar tetap kompetitif.

Kondisi tersebut tak dipungkiri membuat para atlet jenuh. Namun perlu dipahami bahwa pandemi ini terjadi hampir di seluruh negara di dunia. Menurut Sesmenpora Gatot S Dewa Broto, seluruh elemen olahraga jangan sampai dibuat menyerah begitu saja oleh kondisi.

“Jangan sampai mereka menyerah. Yang harus dipahami bahwa negara lain pun mengalami hal yang sama. Jangan sampai ketika (pandemi) surut baru kita bergerak karena di negara manapun pembinaan olahraga terus berjalan,” tutur Gatot.

Baca juga: Pandemi tak halangi pegiat esports dalam negeri ukir prestasi
Baca juga: Kemenpora keluarkan protokol kegiatan keolahragaan terkait COVID-19

Sementara itu, Amal Ganesha seorang pendiri dan direktur Ganesport Institute, lembaga pertama di Indonesia yang bergerak di bidang manajemen dan kebijakan olahraga, mengatakan pemerintah saat ini sudah memberikan perhatian yang cukup dalam penanganan situasi pandemi COVID-19 di bidang olahraga. Salah satunya dengan menerbitkan protokol kesehatan dan mendukung pelatnas agar tetap digelar.

Hanya, pemerintah, menurut dia, harus sudah mulai mempersiapkan antisipasi seandainya pandemi di belahan dunia belum bisa dikendalikan ataupun vaksin virus corona belum ditemukan. Bukan hal mustahil jika agenda kejuaraan tahun depan akan kembali dibatalkan.

“Pemerintah harus prepare plan A dan B. Sekarang kan plan-nya event akan berjalan maka saya bilang sih pemerintah dan cabor harus punya semacam mitigasi untuk penyebaran COVID-19, tetapi at the same time, programnya juga harus jalan,” kata Amal.

Banyak kejadian yang tak menguntungkan harus kita hadapi pada 2020. Dalam satu tahun pertama kabinet ini, pemerintah pun diuji bagaimana mereka bisa membuat kebijakan besar yang berdaya guna bagi publik di tengah kondisi yang tak pernah terjadi sebelumnya ini.

Memang, pilihan yang dihadapi terkadang bukan lagi antara yang baik dan buruk, tetapi antara yang buruk dan lebih buruk. Di satu sisi, pemerintah tak boleh mengesampingkan kesehatan masyarakat. Di sisi lain, jangan sampai pula masyarakat dibuat menderita karena kesulitan ekonomi.

Pesan “Salus populi suprema lex esto” atau keselamatan masyarakat merupakan hukum tertinggi tidak boleh diabaikan begitu saja.

Pandemi COVID-19 tetaplah musibah. Tak ada hikmah yang bisa diambil dari bencana wabah yang telah menelan lebih dari satu jiwa secara global itu.

Pilihannya, mau duduk diam di tengah ketidakpastian atau maju selangkah membuat setitik perubahan?

Dan tentu saja, mari terus berharap upaya setengah tahun lebih ini tak percuma sia-sia demi pesta olahraga tahun depan yang mesti dirayakan penuh suka cita.

Baca juga: Agar olahraga tak "disuntik mati" oleh pandemi
Baca juga: KONI: Haornas jadi momentum kebangkitan prestasi olahraga Indonesia

Editor: Bayu Kuncahyo
Copyright © ANTARA 2020