New York (ANTARA) - Harga minyak turun tipis pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), tertekan kekhawatiran atas lonjakan kasus virus corona secara global dan oleh rencana Libya untuk meningkatkan produksi, tetapi harapan untuk paket fiskal AS memberikan beberapa dukungan.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Desember turun 31 sen menjadi menetap di 42,62 dolar AS per barel. Minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman November berkurang lima sen menjadi menetap di 40,83 dolar AS per barel.
Para analis juga fokus pada pertemuan komite pemantauan menteri OPEC+ pada Senin (19/10/2020). Menteri Energi Rusia Alexander Novak mengatakan komite merekomendasikan untuk tetap berpegang pada kesepakatan global kelompok untuk mengurangi produksi minyak.
Baca juga: Harga minyak tertekan kekhawatiran kebangkitan COVID di AS dan Eropa
Arab Saudi, anggota terbesar Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak, mengatakan tidak ada yang meragukan komitmen kelompok tersebut untuk memberikan dukungan, sementara tiga sumber dari negara-negara produsen mengatakan peningkatan produksi yang direncanakan dari Januari dapat dibatalkan jika perlu.
OPEC+, kelompok OPEC dan sekutunya termasuk Rusia, membatasi produksi minyak sebesar 7,7 juta barel per hari (bph), turun dari pemotongan sebesar 9,7 juta barel per hari, dan akan mengurangi pemotongan sebesar dua juta barel per hari lagi pada Januari.
"Tidak ada kejutan besar dari pertemuan OPEC+," kata Phil Flynn, analis senior di Price Futures Group di Chicago. "Mereka mengatakan semua hal benar, tetapi tidak ada kejutan besar sehingga pasar cukup stabil."
Menekan harga, Libya telah secara signifikan meningkatkan produksinya setelah pelonggaran blokade oleh pasukan timur pada September. Ladang minyak Abu Attifel 70.000 barel per hari diharapkan akan memulai kembali produksinya pada 24 Oktober setelah ditutup selama berbulan-bulan, kata dua teknisi.
Baca juga: Harga minyak merosot, terseret naiknya stok dan kebuntuan stimulus AS
Sementara itu, kasus virus corona di seluruh dunia melampaui 40 juta pada Senin (19/10/2020) menurut penghitungan Reuters. Banyak pemerintah-pemerintah Eropa yang memperketat penguncian untuk mengekang penyebaran virus, memperbaharui kekhawatiran tentang permintaan minyak.
"Pembatasan ketat terbaru ini pasti akan menghambat pertumbuhan ekonomi dan merusak pemulihan permintaan bahan bakar," kata Stephen Brennock dari pialang minyak PVM.
Harapan untuk paket stimulus AS yang baru memberikan beberapa dukungan untuk harga. Gedung Putih "sangat optimis" bahwa Ketua DPR Demokrat Nancy Pelosi mungkin bergerak menuju kesepakatan tentang RUU stimulus baru virus corona, kata seorang juru bicara pada Senin (19/10/2020).
Bank of America memproyeksikan Brent dan WTI masing-masing akan mencapai rata-rata 44 dolar AS dan 40 dolar AS per barel pada 2020, dan 50 dolar AS dan 47 dolar AS per barel pada 2021.
Sementara itu, hiruk pikuk pembelian minyak China awal tahun ini diperkirakan akan melambat pada kuartal keempat. Pabrik penyulingan China memperlambat laju pemrosesan mereka pada September.
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020