Bengkalis (ANTARA News) - Sidang kasus Yahya Eko dan Aman Tobi dalam dugaan korupsi ganti rugi tanah reklamsi pantai pelabuhan Bandar Sri laksamana (BSL) Bengkalis sebesar Rp 11,5 miliar menunjukkan adanya indikasi keterlibatan oknum pejabat.
Hal itu berdasarkan pantauan ANTARA saat berada di persidangan serta mendengarkan keterangan dua orang saksi yang hadir di persidangan, Pengadilan Negeri (PN) bengkalis, petang.
Kedua saksi yang dihadirkan itu adalah Indra Utama dan Bujang Yulianto, menyebutkan kalau Surat Keterangan tanah (SKT) yang mereka miliki dijual kepada Pemkab oleh oknum mafia tanah. Saksi pertama Indra Utama yang dicecar seuumlah pertanyaan oleh majelis hakim yang dipimpin Sumpeno, mengakui kalau ia mndapatkan SKT melalui Rustam Effendi alias Kim Leng pada tahun 1994.
Selanjutnya Indra, pada tahun 2003 membayar PBB tanah pelabuhan tersebut, dan pada tahun 2007 menyerahkan surat kuasa kepada Kim leng untuk menjual tanah pelabuhan itu. Namun Indra berkilah kalau dirinya tahu bahwa ganti rugi itu akan dilakukan oleh Pemkab Bengkalis.
"Saya hanya diberitahu Kim Leng kalau tanah saya seluas 1500 meter persegi itu akan diganti rugi, tapi tak tahu oleh siapa. Selanjutnya bulan November 2007, saya diberi uang hasil penjualan tanah itu sebesar Rp 520 juta, setelah memberikan surat kuasa untuk menjual pada Kim Leng dan saya baru tahu kalau tanah itu diganti rugi Rp 2,4 miliar," papar Indra, yang kelihatan panik.
Selanjutnya ia menyebutkan kalau dirinya tahu tanah itu diganti rugi Rp 1,6 juta permeter, karena Kim leng memberikan uang Rp 520 juta itu berdasarkan asumsi harga Rp 300 ribu permeter dikali 1500 meter yaitu p 450 juta, dan kelebihan pembayaran Rp 70 juta. Indra menyebutkan bahwa sejak menguus SKT tahun 1994 sampai proses ganti rugi semuanya atas prakarsa Kim Leng.
Sementara itu saksi kedua Bujang Yulianto yang mengaku mendapatkan SKT tahun 1999, melalui perantara H.Ishak yang juga tersangka. Selanjutnya, karena tanah tersebut ditepi laut dan berlumpur, ia tidak mepedulikan lagi tanah itu hingga pindah ke Dumai sejak tahun 2001.
"Pada bulan Februari 2007, H.Ishak mendatangi saya bawha tanah tersebut kalau ada yang membeli akan dijual, dan sampai diperiksa di kejaksaan tahun 2008 lalu, saya abru tahu kalau tanah laut seluas 2 ribu metyer persegi itu telah dibayar ganti rugi Rp 3,2 miliar," papar Buijang dihadapan majelis hakim.
Keterangan kedua saksi tersebut setidaknya mengindikasikan kalau kasus Rp 11,5 miliar itu tidak berdiri sendiri, karena yang diganti rugi adalah laut. Reklamasi pantai sendiri dilakukan tahun 2001 sampai 2003, sementara ganti rugi baru dianggarkan pada APBD tahun 2007.
"Keterangan kedua saksi itu jelas menunjukkan adanya ketidak beresan dalam proses gain rugi, dan ini prlu diusut oleh majelis hakim, dengan memeriksa pejabat maupun DPRD bengkalis," tantang Supian, pengunjung yang hadir pada siding kemarin. (Ant/K004)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010