London (ANTARA News/Reuters/AFP) - Keputusan Inggris mengusir seorang diplomat Israel, Selasa, tidak akan mengancam hubungan bilateral kedua negara, kata seorang pengamat Timur Tengah.
Menurut Faysal Itani dari Lembaga Intelijen Spesialis "Exclusive Analysis" yang berbasis di Inggris, keputusan London itu tidak lebih dari sekadar "tamparan di tangan" Israel.
"Pengusiran itu lebih merupakan tamparan di tangan daripada sebuah ancaman nyata terhadap hubungan kedua negara," katanya.
Namun keputusan Inggris mengusir diplomat Israel itu sangat penting dalam hubungan antarbangsa sekalipun tidak akan membawa perubahan besar dalam hubungan kedua negara," kata Itani.
"Keputusan itu pun tidak menunjukkan adanya perubahan besar dalam hubungan keamanan (Inggris-Israel-red.)," katanya.
Pengusiran diplomat Israel ini merupakan buntut dari penggunaan paspor Inggris palsu oleh para agen Mossad dalam misi pembunuhan seorang tokoh Hamas di Dubai beberapa waktu lalu.
Itani mengatakan, keputusan Inggris ini memunculkan pertanyaan apakah Irlandia dan Prancis akan mengikuti langkah London karena paspor keduanya juga dipalsukan para agen Mossad.
Menanggapi keputusan London itu, Duta Besar Israel untuk Inggris Ron Prosor mengaku "kecewa".
Prosor mengatakan, hubungan bilateral kedua negara penting sehingga dia kecewa dengan keputusan Pemerintah Inggris itu.
"Keinginan kami memperkuat fondasi hubungan bilateral yang kuat dan saling menguntungkan bagi kedua negara sangat jelas," katanya.
Stasiun TV "Sky News" sebelumnya memberitakan Menteri Luar Negeri Inggris, David Miliband, mengumumkan perihal pengusiran seorang diplomat Israel itu pada pukul 15.30 GMT (pukul 22.30 WIB).
Berkaitan dengan pembunuhan Tokoh Hamas, Mahmud Mabhuh, di sebuah kamar hotel kota Dubai Januari lalu, Israel bersikap tidak membantah maupun memastikan keterlibatannya dalam pembunuhan tersebut.
Menurut polisi, pendiri sayap militer organisasi pejuang kemerdekaan Palestina itu dibius dan kemudian dicekik.
Pembunuhan Mabhuh itu ditengarai pihak berwenang Dubai melibatkan 27 orang. Mereka berhasil masuk dan ke luar Dubai dengan menggunakan paspor palsu Inggris, Irlandia, Prancis, Jerman dan Australia.
Kepolisian Dubai mencurigai keterlibatan Mossad, badan rahasia Israel, dalam pembunuhan tersebut. (R013/K004)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010