Pontianak (ANTARA News) - Ratusan orang itu terlihat rela berada di tengah panasnya terik matahari untuk memenuhi hasrat menyaksikan detik-detik kulminasi sang mentari di Kota Khatulistiwa pada 23 Maret.
Sepuluh menit menjelang detik-detik kulminasi, yaitu ketika matahari tepat di posisi garis edarnya, ratusan orang yang termasuk turis lokal dan mancanegara itu telah memenuhi halaman Taman Khatulistiwa yang berlokasi di kawasan Siantan, Pontianak Utara seberang Sungai Kapuas.
Di depan Tugu Khatulistiwa telah dipersiapkan alat deteksi kulminasi berupa besi bulat sepanjang dua meter yang dihubungkan dalam bentuk dua rangkap kaca cembung untuk titik kulminasi yang menyatu.
Selain itu ada tambahan dalam perayaan tahun ini yakni di bawah alat kulminasi diberi mercon dengan sumbu tepat di bawahnya.
"Biasanya tahun-tahun lalu kita kesulitan melihat bagaimana bentuk titik kulminasi tersebut. Tahun ini kami bekerja sama dengan SMKN 6 Pontianak Utara yang menyediakan alat deteksi kulminasi," kata Wakil Wali Kota Pontianak, Paryadi.
Kaca cembung tambahan itu merupakan alat untuk menangkap sinar matahari dalam satu titik yang panasnya bisa menyulut sumbu mercon.
Sumbu mercon akan tersulut sinar matahari ketika posisi sang surya berada pada satu derajat menjelang nol derajat.
Dalam hitungan detik ketika cahaya matahari tepat berada pada nol derajat, tepatnya pukul 11.51 WIB, cahaya kecil menyerupai sinar laser membakar sumbu mercon. Meledaklah mercon tersebut.
Pada saat yang sama, benda tegak yang ditancapkan di tanah atau bidang datar tidak akan tampak bayangannya, karena matahari berada tegak lurus di atas kepala.
"Cukup spektakuler detik-detik kulminasi matahari yang baru saja terjadi, meskipun hanya didukung oleh peralatan sederhana," kata wisatawan asal Italia Liro Febrizio Reina.
Reina mengaku sudah empat hari berada di Kota Pontianak. "Baru kali ini saya menyaksikan kulminasi matahari itu. Wow tidak ada bayangan," ungkapnya.
Setelah merasakan gejala alam langka itu, Reina berjanji akan mempromosikan peristiwa alam itu ke negaranya.
"Saya akan memperkenalkan Kota Pontianak dengan keunikannya berupa peristiwa kulminasi matahari dan Sungai Kapuasnya," kata pria ganteng asal negeri Menara Pisa itu.
Ungkapan senada diungkapkan wisatawan asal Australia Glenn Wellsmore, yang juga mengaku kagum atas peristiwa alam tersebut. "Selama ini saya hanya mengenal Kota Pontianak melalui buku-buku dan internet," katanya.
Bahkan Glenn juga menyatakan kesiapannya untuk berinvestasi memajukan pariwisata air, terutama keunikan Sungai Kapuas.
"Kami sudah menyampaikan keinginan itu ke Pemerintah Kota Pontianak dan mendapat sambutan positif," katanya.
Investasi tersebut berupa kapal pesiar yang siap mengelilingi Sungai Kapuas yang merupakan sungai terpanjang di Indonesia.
"Saat ini kami sedang melakukan tahapan penelitian kerja sama dengan investor dari Sarawak, Malaysia Timur," katanya.
Kulminasi matahari
Kulminasi matahari adalah peristiwa alam yang hanya terjadi di sejumlah negara. Selain di Indonesia, kejadian serupa bisa ditemui di Gabon, Zaire, Uganda, Kenya, dan Somalia, semuanya di Afrika.
Di Amerika Latin garis itu juga melintasi empat negara yaitu, Ekuador, Peru, Columbia dan Brazil.
Dari semua kota atau negara yang dilewati tersebut, hanya ada satu di dunia ini yang dibelah atau dilintasi secara persis oleh garis khatulistiwa yaitu Kota Pontianak sehingga menjadi ciri khusus.
Kota Pontinak, tepatnya Tugu Khatulistiwa, saat ini berada pada posisi 0 derajat, 0 menit, 3,809 detik lintang utara; dan 109 derajat, 19 menit, 19,9 detik bujur timur. Karena itulah Kota Pontianak juga dikenal dengan sebutan Kota Khatulistiwa.
Peristiwa kulminasi itu selalu terjadi setahun dua kali, pada 21 - 23 Maret dengan titik kulminasi tepat pukul 11.51 WIB, dan 21 - 23 September dengan titik kulminasi tepat pada pukul 11.38 WIB di Tugu Khatulistiwa.
Peristiwa kulminasi itu juga menjadi bahan ajar para siswa di lapangan.
Vicky, siswa Kelas 6 SDN 30 Pontianak Selatan, mengaku kagum bisa menyaksikan sendiri tegak lurusnya matahari.
"Kami selama ini diajarkan oleh guru bidang studi IPA tentang peritiwa itu. Maka tahun ini kami satu kelas dibawa ke sini untuk melihat langsung detik-detik kulminasi tersebut," katanya.
Hal senada juga diakui oleh Rudi, siswa Madrasah Tsanawiyah Muftahul Ulum Pontianak Utara. Ia dan puluhan rekannya bersama guru mereka sengaja datang ke Tugu Khatulistiwa untuk menyaksikan peristiwa alam tersebut.
"Saya terkesan melihat peristiwa alam itu, meskipun hanya terjadi lima menit saja," katanya.
Yang paling membanggakan dalam perayaan tahun ini adalah penyediaan alat deteksi kulminasi hasil karya para siswa dan guru SMKN 6 Pontianak Utara.
Ahmad Maladi Guru Bidang Studi Tekstil SMKN 6 menyatakan alat tersebut dibuat selama tiga hari oleh beberapa siswa kelas tiga yang melakukan pengembangan diri.
(U.A057/S018/P003)
Oleh Oleh Andilala
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010