Jakarta (ANTARA News) - Grup Industri Minuman Malt Indonesia (GIMMI) menilai keputusan pemerintah menaikkan cukai minuman beralkohol justru berdampak negatif dan mendorong semakin banyaknya produk ilegal beredar di pasar dalam negeri.
"Industri melihat kebijakan itu akan berdampak negatif. Kebijakan sekarang saja black market-nya sudah 80 persen dari pasarnya," kata Juru Bicara GIMMI Ipung Nimpuno di Jakarta, Selasa.
Ipung mencontohkan harga minuman beralkohol yang resmi bisa mencapai Rp400.000 per botol namun di pasar gelap hanyanya bisa Rp250.000 saja.Menurut dia, pengenaan cukai yang naik hingga 300 persen akan mendorong kenaikan harga minuman beralkohol di dalam negeri sekitar 20-40 persen dalam 3-4 bulan kedepan. Hal itu akan semakin mendorong masuknya produk ilegal karena perbedaan margin yang semakin besar.
Selama ini, GIMMI yang memiliki pangsa pasar 24 persen di dalam negeri telah menyumbang 84 persen dari total penerimaan pajak atas minuman beralkohol. Nilai pajak yang disetorkan GIMMI mencapai Rp4 triliun per tahun.
Ia memperkirakan kenaikan tarif cukai itu akan menambah biaya bagi anggotanya hingga Rp800 miliar.
"Kita akan pertimbangkan untuk mengurangi investasi dan melakukan perampingan organisasi untuk mengurangi beban biaya akibat kebijakan itu," ujarnya.
Penjualan minuman beralkohol di Indonesia selain dikenakan tarif cukai, juga dibebani Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM). Untuk minuman beralkohol yang diimpor selain PPnBM dan cukai, juga dibebani bea masuk impor.
GIMMI yang beranggotakan empat produsen bir lokal bermerek Bir Bintang, Anker Bir, Balihai dan Guinness itu mengusulkan agar pengenaan PPnBM diberlakukan berdasarkan volume sehingga kontrol atas penjualan produk yang diawasi peredarannya itu bisa efektif.(E014/CS)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010