Pria yang akrab disapa Bamsoet itu mengatakan berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU) per 15 Oktober 2020, dari 3.398 kegiatan kampanye yang telah dilaksanakan sebanyak 3.259 di antaranya atau 96 persen dilakukan melalui kegiatan tatap muka, hanya 4 persen yang dilakukan secara daring.
"Kondisi ini harus menjadi perhatian seluruh pemangku kepentingan, khususnya para kandidat yang maju dalam pemilihan agar disiplin dalam penerapan protokol kesehatan, demi menghindari potensi munculnya klaster baru COVID-19. Kandidat juga harus mengubah pola kampanye dengan memperbesar kampanye daring," ucap Bamsoet dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu.
Baca juga: Bamsoet: Sanksi tegas pelanggar protokol kesehatan pilkada
Hal tersebut dia sampaikan saat mengisi webinar Pilkada, Kepemimpinan Daerah, dan Pemajuan Daerah yang diadakan Persatuan Masyarakat Nias Barat Indonesia secara virtual, di Jakarta, Minggu.
Wakil Ketua Umum SOKSI ini menilai, meskipun KPU dan para pemangku kepentingan telah melakukan berbagai upaya demi terselenggaranya pilkada serentak yang baik dan aman, namun tidak dapat dipungkiri kebijakan penyelenggaraan pilkada di masa pandemi masih menyisakan beberapa potensi persoalan.
Antara lain dari tingkat partisipasi pemilih, kedisiplinan penerapan protokol kesehatan, status zona merah di beberapa daerah penyelenggara pilkada, keterbatasan dukungan sumber daya, hingga kesenjangan literasi teknologi.
"Berbagai persoalan di atas sangat mungkin terjadi dalam penyelenggaraan pilkada di masa pandemi, di samping beberapa persoalan klise lainnya yang menyertai pada setiap penyelenggaraan pemilu. Misalnya persoalan data pemilih, logistik, konflik antarpendukung calon, dan politik uang," ujar dia.
Baca juga: Ketua MPR imbau calon kepala daerah maksimalkan kampanye daring
Bamsoet menilai kontestasi politik di tengah kondisi perekonomian di masa pandemi ditambah faktor kemajemukan bangsa akan sangat mudah dimanfaatkan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab untuk memantik lahirnya konflik horisontal.
Lebih lanjut, Bamsoet mengatakan bahwa narasi ideal yang ingin dibangun melalui penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 di masa pandemi COVID-19 adalah untuk melahirkan pemimpin daerah berkualitas.
Pemimpin daerah berkualitas tersebut, kata dia, yakni yang mampu memutus mata rantai penyebaran COVID-19 melalui serangkaian kebijakan yang diambil sehingga bisa mendorong terwujudnya pembangunan dan kemajuan daerah.
"Maka untuk merealisasikannya, penyelenggaraan pilkada harus berkualitas. Ada beberapa tolok ukur yang dapat dijadikan rujukan, di antaranya kompetensi, netralitas, dan akuntabilitas penyelenggara pilkada, minimnya pelanggaran dan kecurangan, tingkat partisipasi publik yang tinggi, serta penyelesaian sengketa pilkada yang transparan dan adil," ujar dia.
Baca juga: Bamsoet dorong calon kepala daerah atur strategi tarik calon pemilih
Bamsoet mengatakan MPR melalui Badan Pengkajian merekomendasikan naskah visi misi calon gubernur, bupati, dan wali kota terpilih menjadi bagian tidak terpisahkan dari nilai-nilai Pancasila, sebagai arah penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) yang merupakan satu kesatuan dengan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN).
"Integrasi visi misi tersebut penting untuk menjamin kesinambungan antara pembangunan nasional dengan daerah. Dengan demikian, konsep pemajuan daerah adalah bagian dari konsep pemajuan nasional. Pembangunan daerah dilaksanakan seiring dengan pembangunan nasional, dan merujuk pada satu visi besar mewujudkan masyarakat adil, makmur, dan sejahtera," ujar Bamsoet
Dalam kesempatan itu, Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini juga memaparkan data Nagara Institute, yang pada hasil Pilkada tahun 2015, 2017, dan 2018, mencatat dari seluruh kepala daerah yang bermasalah, sebagian besar bukan berasal dari kader partai politik.
Tercatat ada 56 kepala daerah nonkader partai politik, baik gubernur, bupati maupun wali kota, yang telah mendapatkan putusan tetap dari pengadilan.
Baca juga: MPR: Kesuksesan pilkada dan penanganan pandemi sama penting
"Data tersebut pada satu sisi menggugurkan anggapan bahwa kandidat dari kader partai politik identik dengan masalah hukum. Di sisi lain juga menunjukkan bahwa partai politik harus membenahi pola rekrutmen dan kaderisasi, sehingga ke depan siapapun yang maju dalam kontestasi pemilihan telah memiliki keterikatan emosional dengan partai politik," kata dia.
Pewarta: Fathur Rochman
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2020