Madrid (ANTARA News/AFP) - Spanyol hari Senin menyatakan telah menaikkan tingkat siaga teror karena "peristiwa akhir-akhir ini", enam hari setelah seorang polisi Prancis tewas dalam serangan yang dituduhkan pada kelompok separatis Basque ETA.
Tingkat siaga dinaikkan dari "intensitas rendah" ke "intensitas tinggi" pada angka dua dalam skala empat, yang mengindikasikan "ada kemungkinan risiko serangan teroris", kata kementerian dalam negeri dalam sebuah pernyataan.
Menurut pernyataan tersebut, tingkat siaga akan tetap berada pada angka itu sampai kepresidenan bergilir enam bulan Spanyol atas Uni Eropa (EU) berakhir pada 30 Juni.
Kementerian itu mengatakan, perubahan tersebut dilakukan karena "perkembangan akhir-akhir ini" dan "informasi yang ada". Pernyataan itu tidak memberikan penjelasan lebih lanjut.
Spanyol menaikkan tingkat siaga teror dari satu ke dua pada 29 Desember, sehari setelah ada peringatan bahwa ETA mungkin merencanakan serangan atau penculikan selama Madrid menjadi presiden EU.
ETA, yang dianggap sebagai organisasi teroris baik oleh Uni Eropa maupun AS, ingin mendirikan sebuah negara Basque merdeka yang wilayahnya mencakup Spanyol utara dan Prancis baratdaya.
Kelompok separatis itu hari Rabu (17/3) dituduh membunuh seorang polisi dalam tembak-menembak di dekat Paris, Selasa (16/3), serangan mematikan pertama oleh kelompok bersenjata itu terhadap seorang aparat Prancis dalam operasi gerilya mereka yang telah berlangsung lebih dari 40 tahun. ETA belum mengklaim tanggung jawab atas pembunuhan itu.
Perdana Menteri Francois Fillon mengumumkan bahwa polisi itu telah menjadi korban "pembunuhan berdarah dingin oleh sebuah kelompok teroris", dan ia berjanji memburu orang-orang yang bertanggung jawab atas serangan tersebut.
Spanyol dan Prancis bekerja erat untuk menumpas ETA, yang bertanggung jawab atas kematian ratusan orang dalam perang gerilya 41 tahun mereka untuk mendirikan negara merdeka Basque di wilayah-wilayah Spanyol utara dan Perancis baratdaya.
ETA, yang beberapa waktu lalu memperingati setengah abad kelahiran mereka, dibentuk pada 31 Juli 1959 oleh sebuah kelompok nasionalis mahasiswa sayap kiri yang menentang kediktatoran sayap kanan Jendral Francisco Franco, yang menindas bahas Basque.
Pasukan keamanan memperkirakan bahwa kelompok separatis itu, yang melemah akibat penangkapan para pemimpin tinggi mereka dan telah lama relatif tidak aktif, berusaha melakukan unjuk kekuatan untuk membuktikan bahwa mereka masih bisa melancarkan serangan terhadap pemerintah Spanyol dan menjaga semangat para pendukungnya.
Meski sebagian besar penduduk Basque tampaknya mendukung kemerdekaan bagi wilayah pegunungan itu, yang sudah memiliki otonomi besar, dukungan bagi kekerasan menurun dalam beberapa tahun terakhir ini.
Serangan fatal yang dituduhkan pada ETA terjadi pada Juni 2009, ketika sebuah bom mobil menewaskan seorang polisi anti-teroris di kota Bilbao, Basque.
ETA dituduh bertanggung jawab atas kematian lebih dari 800 orang dalam operasi kekerasan mereka selama puluhan tahun untuk kemerdekaan Basque.
Para analis mengatakan, ETA kehilangan dukungan bagi perjuangan mereka melalui kekerasan, namun pengumpulan pendapat umum menunjukkan mayoritas penduduk Basque mungkin masih menginginkan kemerdekaan wilayah itu dari Spanyol.
Pada April, polisi menangkap tersangka komandan utama ETA Jurdan Martitegi, sehingga jumlah komandan mereka yang ditangkap menjadi empat orang dalam waktu kurang dari setahun.
Pemerintah Sosialis Perdana Menteri Jose Luis Rodriguez Zapatero menghentikan perundingan perdamaian dengan ETA setelah pemberontak tersebut membunuh dua orang dalam serangan bom mobil di bandara Madrid pada Desember 2006. (M014/K004)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010