Jakarta (ANTARA) - Ketua Himpunan Pengusaha Jasa Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (Himsataki) Tegap Harjadmo mengusulkan agar pasal yang mengatur penempatan pekerja migran ke Saudi harus anggota asosiasi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) direvisi, karena tidak mencerminkan kinerja perusahaan itu sendiri.
"Kami mengusulkan pasal itu direvisi dengan lebih mengutamakan persaingan bisnis yang sehat antar-asosiasi/organisasi bisnis penempatan pekerja migran, sehingga hanya perusahaan kredibel yang diizinkan dan bukan sekadar anggota asosiasi dan bayar keanggotaan," ujar Tegap dalam rilisnya yang diterima di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Berantas sindikat pekerja migran ilegal, Himsataki dukung BP2MI
Dia sudah mengingatkan hal itu pada Rakor Kemenaker dan BP2MI yang di laksanakan pada 15-16 September 2020 di Jakarta.
Tata Kelola Perlindungan dan Penempatan calon pekerja migran Indonesia, kata Tegap, diatur dalam Kepmenaker No.291/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di Kerajaan Arab Saudi Melalui Sistem Pengaturan Satu Kanal.
BAB III tentang Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) dan Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Kerja, Kepmenaker itu pada butir A No.1 Huruf K, berbunyi bahwa syarat perusahaan penempatan pekerja migran harus memiliki surat/bukti keanggotaan dalam asosiasi yang ditunjuk sebagai wakil dari Kamar Dagang dan Industri Indonesia.
"Dalam lingkup penempatan dan pelindungan pekerja migran Indonesia, semangatnya adalah bagaimana program ini berjalan secara terklaster, transparan, terukur dan akuntabel," ujar Tegap mengutip butir aturan tersebut.
Himsataki mengusulkan agar persyaratan itu direvisi menjadi Persyaratan: P3MI yang akan menempatkan calon Pekerja Migran Indonesia ke Kerajaan Arab Saudi harus memenuhi sejumlah persyaratan, di antaranya melakukan pendaftaran secara daring melalui Siskobp2mi dan mendapatkan rekomendasi dari BP2MI.
Baca juga: Kemenaker agar tegas dalam penempatan TKI ke Saudi, itu yang diminta Himsataki
Baca juga: Himsataki: jangan ada diskriminasi dalam penempatan TKI
Selanjutnya, memiliki Surat Izin Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (SIPPTKI) yang masih berlaku, memiliki Izin Visa Services Platform (Enjaz) secara online di sistem MOFA Kerajaan Arab Saudi di Kedutaan Besar Kerajaan Arab Saudi di Indonesia.
Selain itu, tidak pernah terlibat dalam permasalahan penempatan Pekerja Migran Indonesia nonproceduran, tidak sedang dikenakan sanksi administratif, menandatangani pakta integritas, memiliki ISO 9001 yang masih berlaku, memiliki kantor dan sarana prasarana perkantoran sesuai dengan alamat yang tercantum di dalam SIPPTKI, serta memiliki laporan keuangan perusahaan tahun 2017 yang telah di audit oleh akuntan publik.
P3MI yang memenuhi persyaratan di atas membentuk konsorsium paling sedikit 10 perusahaan dan memiliki sistem online dan bersedia untuk terintegrasi dengan Siskobp2mi.
Terakhir, konsorsium P3MI memiliki surat/bukti keanggotaan dalam asosiasi dalam lingkup penempatan dan pelindungan pekerja migran Indonesia sebagai mitra pemerintah.
Perusahaan juga harus bertanggung jawab dalam pelaksanaan penempatan dan pelindungan Pekerja Migran Indonesia yang dilaksanakan oleh Konsorsium P3MI yang menjadi anggotanya.
Baca juga: Himsataki: perlindungan TKI lemah karena ketidakmampuan pemerintah
Demikian usul Himsataki agar perusahaan yang diizinkan menempatkan dan melindungi pekerja migran benar-benar berdasarkan kinerja dan komitmen mengikuti aturan dan kredibel.
Himsataki berharap Kementerian Ketenagakerjaan RI dan BP2MI menimbang usul tersebut agar iklim bisnis pelindungan dan penempatan pekerja migran ke Timur Tengah, khususnya ke Kerajaan Arab Saudi dapat segera berjalan dengan rasa "CINTA" (cepat, integral, netral, transparan dan akuntabel).
Pewarta: Erafzon Saptiyulda AS
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020