Manila (ANTARA) - Ketua Pokja Pendanaan Dewan Nasional Perubahan Iklim, Ismid Hadad menyatakan Indonesia menyambut baik dua komitmen yang diperoleh dalam pertemuan Dana Iklim di Manila 15-19 Maret 2010.
Dalam pertemuan yang dibagi dalam dua sesi yaitu sesi Associate Meeting pada 15-17 Maret dan Forum Kemitraan Dana Investasi Iklim (Climate Investment Fund- 2nd Partnership Forum) pada 18-19 Maret disebutkan Indonesia mendapat dua bantuan untuk Dana Iklim dan Program Investasi Hutan (FIP).
Selain Dana Iklim sebesar 400 juta dolar AS yang diperuntukkan bagi pengembangan program energi yang dapat diperbarui, dalam hal ini pemanfaatan energi panas bumi, Indonesia juga mendapat 80 juta dolar untuk program inestasi kehutanan, kata Ismid Hadad, Jumat, di Manila, usai penutupan Forum Kemitraan CIF.
Untuk FIP, Indonesia merupakan satu dari lima negara yang mendapatkan dana tersebut dari 48 negara yang berminat mendapatkannya termasuk negara-negara yang dikenal memiliki hutan cukup besar yaitu Brasil dan Papua Nugini.
"Para peserta mengakui bahwa hutan Indonesia sudah lebih siap untuk mendapatkan dana investasi tersebut, dibandingkan beberapa negara lain," kata Ismid.
Sementara untuk Dana Iklim sebesar 400 juta Dolar AS, menempatkan Indonesia sebagai negara keempat di Asia yang menerima dana serupa setelah Filipina, Thailand dan Vietnam.
Katherine Sierra, Wakil Ketua Jejaring Pembangunan Berkelanjutan pada kelompok Bank Dunia kepada ANTARA dalam jumpa pers di Manila Kamis menyatakan, Kesepakatan Dana Iklim untuk memberikan bantuan sebesar 400 juta dolar melalui program Dana Teknologi Bersih (Clean Technology Fund/CTF) bagi Indonesia adalah suatu langkah awal yang besar untuk mendorong pemanfaatan energi yang dapat diperbarui.
Pemanfaatan dana tersebut adalah untuk pembangunan proyek energi panas bumi (geothermal) yang diarahkan dapat meningkatkan akses listrik hingga mencapai 90 persen penduduk Indonesia pada 2020.
Akses listrik di Indonesia saat ini disebutkan hanya mencapai 65 persen dari jumlah penduduk yang jumlahnya lebih dari 230 juta jiwa dan tersebar di seluruh wilayah negara kepulauan tersebut.
Katherine mengakui bahwa batas waktu 10 tahun (sampai 2020) dan jumlah dana yang akan diterima Indonesia itu merupakan langkah awal yang bisa dilakukan untuk mendorong Indonesia mengurangi karbon dengan cara mengalihkan penggunaan energi konvensional menjadi energi yang dapat diperbarui dan bersih.
Indonesia dinyatakan sebagai negara yang mempunyai potensi besar dalam hal kekayaan energi panas bumi, namun sejauh ini belum banyak dikembangkan.
Dalam jumpa pers terbatas bersama tujuh wartawan yang tergabung dalam Environment Journalist Network (EJN) yang meliput kegiatan tersebut atas dukungan Bank Dunia, Katherine mengungkapkan selain mempertimbangkan potensi panas bumi yang besar, pemanfaatan panas bumi di Indonesia dipilih karena teknologinya mudah dan murah dibanding pengolahan tenaga surya.
Sementara itu Direktur Keuangan dan Administrasi Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI), Gustaaf A. Lumiu mengatakan, pemberian dana ini membuat Indonesia mempunyai banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
Pekerjaan rumah itu, antara lain menyangkut mekanisme pemanfaatannya serta regulasi , pendataan dan infrastruktur yang diperlukan.
"Pada Program Dana Kehutanan (FIP) misalnya, apakah akan dimanfaatkan untuk menempatkan cadangan karbon, atau untuk menjual karbon atau untuk hal lain," tegas Gustaaf yang juga berada di Manila untuk menghadiri forum tersebut.
KEHATI ikut menyambut baik pemberian dana tersebut dan berharap Dewan Nasional Perubahan Iklim beserta pemerintah segera menindaklanjuti dan mengerjakan setumpuk PR yang ada.
Namun, KEHATI lebih mendorong pemerintah Indonesia untuk mengembangkan sumber-sumber pendanaan dalam negeri yang bisa digali dari berbagai pihak termasuk sektor swasta.
Sejumlah kegiatan yang dibahas dalam pertemuan dua hari terakhir di Manila sebenarnya banyak pula menyangkut program yang sudah berjalan di Indonesia, dan bukan hal baru, sehingga Indonesia diharapkan mampu mengembangkannya lagi, demikian Gustaaf.
(L.M007/R009)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010