Obat tersebut merupakan hasil riset terbaik dari lima senyawa sintetis obat baru yang dikembangkan Unair.
Surabaya (ANTARA) - Universitas Airlangga Surabaya memfokuskan risetnya pada pengembangan obat baru dan vaksin COVID-19, setelah merempungkan laporan uji klinis kombinasi obat pada Badan Intelijen Negara (BIN).
Rektor Unair Prof Mohammad Nasih di Surabaya, Kamis, mengatakan obat baru yang dikembangkan adalah obat Unair 3.
Obat tersebut merupakan hasil riset terbaik dari lima senyawa sintetis obat baru yang dikembangkan Unair.
"Untuk obat baru yaitu Unair 3 mempunyai efektivitas lebih tinggi dari senyawa lain yang kami teliti. Saat ini sedang persiapan pengajuan uji klinis ke manusia," ucapnya.
Untuk vaksin COVID-19, Nasih menjelaskan bahwa telah mengalami perkembangan besar dan diharapkan selesai pada pertengahan tahun 2021.
Baca juga: Unair berencana uji praklinik vaksin COVID-19 pada November 2020
Baca juga: BPOM ke China cek mutu vaksin COVID-19
"Vaksin merah putih kami untuk COVID-19 mengalami perkembangan besar , secara nasional menjadi prioritas untuk dikembangkan. Kami riset sejak Mei dan Juni, harapannya pertengahan 2021 sudah selesai karena Desember baru kami bisa uji klinis," kata Nasih.
Pengujian vaksin ini, dikatakan Nasih bekerja sama dengan Oxford University, termasuk uji lainnya yang melibatkan Rumah Sakit Unair dan RSUD Dr Soetomo.
Sementara itu, terkait kombinasi obat yang diteliti Unair, Nasih mengungkapkan laporan perkembangan uji klinis sudah diberikan pada BIN dan TNI AD.
Untuk selanjutnya, kata dia, pihaknya masih menunggu arahan dari BIN untuk pengembangannya.
"BPOM dan pemerintah masih fokus dalam hal vaksin. Artinya obat kombinasi yang sudah kami proses untuk uji klinis saat ini dukungan dari pemerintah sudah berkurang. Yang pasti kami sangat bersyukur obat kombinasi ini masuk dalam rekomendasi ikatan dokter paru indonesia," ucapnya.
Baca juga: Unair siap bantu kepolisian kaji vaksin palsu
Prof Nasih mengungkapkan riset kombinasi obat dilakukan dalam rangka jangka pendek untuk segera mengatasi COVID-19 sehingga jika sudah masuk pada pengembangan vaksin, maka perlu dikaji lebih lanjut apakah perlu meneruskan riset kombinasi obat.
"Prosesnya riset kombinasi obat ini masih sangat panjang. Masalahnya memang apa situasi ini masih relevan saat vaksin sudah ditemukan. Jadi apakah seimbang nanti pengorbanan kami dengan manfaatnya obat ini. Karena untuk membeli bahan obat juga tidak murah, pada sisi lain relevansinya juga agak berkurang waktunya," kata Nasih.
Guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) ini mengungkapkan meskipun pengembangan kombinasi obat belum berlanjut, pihaknya sebagai perguruan tinggi memang sudah merasakan manfaatnya karena hasil risetnya sudah mendapat pengakuan
"Inginnya kami lebih optimal, tetapi karena sumber daya manusia (SDM) terbatas maka kami tidak bisa 100 persen puas dengan hasil yang ada," tuturnya.
Baca juga: Proyek Vaksin UNAIR Jalan Terus
Pewarta: Fiqih Arfani/Willy Irawan
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2020