Tanjungpinang (ANTARA) - Rumah Sakit Umum Daerah Raja Ahmad Tabib (RAT) Provinsi Kepulauan Riau sudah mengajukan klaim biaya perawatan pasien COVID-19 sebesar Rp5,2 miliar ke Kementerian Kesehatan sepanjang periode Maret - Mei 2020.
"Anggaran itu diajukan sebagai klaim pengganti biaya perawatan untuk 95 pasien COVID-19 yang dirawat di RSUD RAT sepanjang periode tersebut," kata Pjs Gubernur Kepri, Bahtiar Baharuddin saat meninjau RSUD RAT, Kamis.
Bahtiar menyatakan bahwa anggaran yang diajukan itu tergolong tinggi, karena biaya perawatan satu orang pasien penderita COVID-19 cukup besar.
"Biaya perawatan pasien itu yang paling rendah berkisar Rp10 sampai Rp15 juta, dan yang tertinggi itu bisa mencapai Rp700 juta, bahkan bisa lebih," ujarnya.
Baca juga: Kepri salurkan Rp1,2 miliar dana hibah COVID-19 untuk RSKI Galang
Baca juga: Kepri siapkan laboratorium PCR di RS Raja Ahmad Thabib
Bahtiar memaparkan besaran biaya masing-masing pasien tergantung dari tingkat kegawatan pasien itu sendiri. Jika pasien tersebut tidak memiliki gejala penyakit lain biayanya perawatannya tergolong rendah.
Jika pasien itu memiliki gejala penyakit lain, seperti hati, saraf dan jantung maka biaya perawatannya juga otomatis akan tinggi.
"Seperti almarhum Wali Kota Tanjungpinang, Syahrul yang biaya perawatannya sampai Rp700 juta. Jadi besaran biaya perawatan itu tergantung dari hasil usap (swab), jika hasil positif terus dan ada gejala lain tentu akan dirawat terus, dan itu tentunya akan menambah biaya perawatan," ujarnya.
Lebih lanjut, Bahtiar mengemukakan tingginya biaya perawatan pasien COVID-19 itu karena harga obat antivirus untuk satu kali suntik harganya Rp1,5 juta. Dalam satu hari, katanya, obat itu bisa disuntikkan dua atau tiga kali ke tubuh pasien COVID-19.
"Jadi yang mahal dalam perawatan pasien COVID-19 itu obat dan alatnya," ungkapnya.
Sebenarnya dari perhitungan pihaknya, selama periode tersebut anggaran yang telah dikeluarkan RSUD RAT untuk merawat 95 pasien COVID-19 mencapai Rp8,7 miliar.
Namun, karena ada sejumlah permasalahan pihak Kemenkes hanya bersedia membayar sebesar Rp5,2 miliar. Adapun permasalahan itu seperti karena adanya perubahan regulasi. Kemudian, ada juga NIK pasien yang tidak online.
"Selain itu ada juga karena hasil usap dari BTKL tidak lengkap. Dan ada pasien terkonfirmasi positif Covid-19 yang dirawat di rumah singgah belum disetujui verifikator BPJS Kesehatan," demikian Bahtiar.*
Baca juga: 40 dokter di Kepri positif COVID-19 selama Maret-September 2020
Baca juga: Tambah tiga orang, kasus aktif COVID-19 Tanjungpinang naik 18 kasus
Pewarta: Ogen
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020