"Pembentukan lembaga pengatur ekspor impor tidak sesuai dengan UU No 19 Tahun 2009 tentang BUMN, sehingga usulan tersebut sulit terwujud," kata Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu di Jakarta, Kamis.
Menurut Said, UU BUMN tersebut, menyatakan bahwa selain organ korporasi dilarang melakukan intervensi ke BUMN.
Adapun yang dimaksud dengan organ korporasi adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Komisaris dan Direksi.
Sebelumnya, Dewan Komisaris Pertamina meminta direksi melakukan perubahan aturan pengadaan impor minyak mentah yang telah berjalan selama setahun terakhir ini.
Permintaan itu tertuang dalam Memorandum Dewan Komisaris Nomor 072/K/DK/2010 tertanggal 22 Februari 2010 kepada Direktur Utama Pertamina.
Memorandum tersebut ditandatangani Pelaksana Tugas Komisaris Utama sekaligus Komisaris Independen Pertamina Umar Said, yang menyebutkan bahwa pembelian minyak mentah secara langsung dapat dilakukan melalui perusahaan dagang (trader) yang memang ditunjuk perusahaan minyak nasional (national oil company/NOC).
Padahal, aturan pengadaan minyak yang berlaku sejak awal 2009 adalah melarang "trader" memasok minyak mentah secara langsung ke Pertamina dan hanya dibolehkan melalui NOC.
Dalam lampiran memorandum juga disebutkan mengupayakan agar Petral, anak perusahaan Pertamina, dapat ditunjuk menjadi salah satu "trader" dari minyak mentah jenis azeri dari Azerbaijan dan minyak mentah NOC atau produsen lainnya.
Menurut Said Didu, transparansi pengadaan barang dan jasa diwujudkan dalam penerapan tata kelola pemerintahan yang baik dan benar (GCG).
"Utk transparansi pengadaan barang dan jasa di BUMN dalam UU Kebebasan Informasi Publik (UU KIP), BUMN diwajibkan mempublikasikan mekanisme pengadaan barang dan jasa," tegas Said.
(R017/R009)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010