Caranya adalah memiliki perangkat hukum mulai dari penyelidikan, penyidikan hingga penuntutan, dan memberi KPK wewenang upaya pencegahan, termasuk peluang gratifikasi terhadap seorang pejabat publik, misalnya melarang pejabat publik menerima hadiah di atas Rp1 juta, meski dalam pesta perkawinan keluarganya.
"Hadiah atau kado yang nilainya di atas Rp1 juta harus disita menjadi milik negara," kata Said Zainal.
Ia menyebutkan, dengan kewenangan luar biasa yang tidak dimiliki penegak hukum lainnya, KPK dituntut membuat pembuktian terhadap pelaku tindak pidana yang merugikan keuangan negara.
KPK harus ekstra hati-hati dalam melakukan seluruh upaya hukum sehingga tidak mengherankan KPK memerlukan waktu relatif lama dalam mengusut tuntas kasus korupsi.
Sayang, sebagian masyarakat menilai KPK lamban dan "tebang pilih." "Itu tidak benar, karena KPK sangat ekstra hati-hati dalam mengusut sebuah kasus," katanya.
Said menjelaskan, dalam suatu proses penyelidikan, KPK harus mendapatkan dua bukti permulaan yang cukup untuk mengembangkan satu kasus korupsi.
Setelah itu, KPK harus mengumpulkan seluruh bukti yang menguatkan untuk ditingkatkan ke penyidikan dan sebagai bukti adanya tindak pidana korupsi di persidangan, karena KPK tidak mungkin mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap kasus yang telah disidiknya. (*)
ANT/AR09
Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010