Jakarta (ANTARA News) - Pengamat ekonomi Universitas Indonesia M. Chatib Basri memperkirakan bahwa inflasi selama 2010 bisa menembus angka 6,0 persen seiring dengan perkiraan meningkatnya perekonomian nasional dalam tahun itu.

"Bisa 6,0 persen termasuk karena adanya kenaikan tarif dasar listrik (TDL), 2 bulan pertama 2010 saja sudah tinggi, tapi tidak akan sampai 7,0 persen," kata Chatib Basri di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, tingkat inflasi bisa juga menembus hingga 7,0 persen jika harga berbagai komoditas terutama minyak mengalami kenaikan yang sangat tinggi seperti pada beberapa tahun lalu.

"Tapi saya kira tidak akan mencapai itu, saya cenderung pada perkiraan 6,0 hingga 6,5 persen," kata Chatib.

Mengenai kemungkinan tingkat inflasi sebesar 5,5 persen, ia mengatakan, itu memerlukan kerja yang ekstra keras dan BI harus mampu mengelola ekspektasi masyarakat tanpa menaikkan suku bunga.

"Kalau 5,5 persen harus kerja keras, BI juga harus bisa kelola ekspektasi masyarakat tanpa menaikkan suku bunga, dugaa saya BI akan menahan suku bunga," tegasnya.

Menurut dia, peningkatan laju inflasi hingga 6,0 persen bukan merupakan masalah serius yang harus dikhawatirkan karena dalam sejarah inflasi Indonesia biasanya selalu mencapai kisaran 8-9 persen.

Chatib juga menyatakan bahwa salah satu yang bisa menahan laju inflasi adalah adanya apresiasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.

"Karena impor dalam dolar, kalau murah kemudian harga di dalam negeri juga lebih rendah sehingga inflasi juga lebih rendah," katanya.

APBN 2010 menetapkan asumsi inflasi selama 2010 sebesar 5,0 persen namun kemudian dalam RAPBNP 2010, pemerintah menaikan asumsi inflasi menjadi 5,7 persen.

Capital Inflow

Sementara itu mengenai adanya perkiraan bahwa capital inflow ke Indonesia akan meningkat dalam beberapa waktu ke depan, Chatib mengakui kemungkinan itu memang bisa terjadi.

"Ada persoalan di Eropa sehingga investor akan mengalihkan investasinya dari sana ke emerging country termasuk Indonesia. Mereka harus tetap menginvestasikan dananya karena kalau tidak akan mengalami kerugian dan pilihannya adalah emerging country seperti Brasil, China, India, atau Indonesia," katanya.

Menurut dia, adanya capital inflow itu yang menyebabkan nilai tukar rupiah dan IHSG mengalami penguatan.

Ketika ditanya mungkinkan mengarahkan capital inflow itu ke sektor riil atau FDI, Chatib mengatakan, sangat jarang investor asing yang baru datang akan langsung menuju sektor riil atau FDI.

Ia mengibaratkan investor adalah penyimpan dana di bank. Pada tahap awal mereka akan menyimpannya di tabungan yang dapat diambil setiap saat. Jika percaya maka nasabah akan menyimpannya di deposito satu bulan, 3 bulan, akhirnya tahunan.

"Jadi entry di capital market merupakan inisial indikator menuju FDI, orang akan taruh di situ dulu sampai yakin, baru menuju ke FDI," kata Chatib.

(T.A039/B012/S026)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010