Para pembuat kebijakan harus melihat lebih dekat paket pemulihan dari perspektif strategi jangka panjang yang membangun ekonomi berkelanjutan
Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mendorong transformasi ekonomi global setelah lepas dari pandemi COVID-19 agar berbasis pada pemulihan hijau atau menekankan aspek lingkungan yang lebih berkelanjutan.
“Para pembuat kebijakan harus melihat lebih dekat paket pemulihan dari perspektif strategi jangka panjang yang membangun ekonomi berkelanjutan,” katanya ketika menjadi salah satu pembicara dalam konferensi Green Climate Fund secara virtual di Jakarta, Rabu.
Menurut Menkeu upaya itu perlu didorong mengingat perubahan iklim berpotensi meningkatkan kemungkinan wabah penyakit, menyebabkan pandemi dan krisis kesehatan publik yang sama atau bahkan lebih buruk dari pandemi COVID-19.
Indonesia, kata dia, sebelum muncul pandemi virus corona, menempatkan perubahan iklim sebagai arus utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2020-2024 dengan strategi pembangunan Indonesia rendah karbon (LCDI).
Pemerintah, kata dia, sudah dan akan terus melanjutkan komitmen menurunkan emisi karbon agar berdaya tahan dan pada saat yang sama menghadapi pandemi COVID-19 dengan dampak yang besar.
Adapun komitmen Indonesia, imbuh Sri Mulyani, yakni menurunkan emisi karbon sebesar 26 persen dari upaya dalam negeri dan 42 persen dari dukungan internasional hingga 2030.
Sementara itu, dari sisi pembiayaan, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menambahkan Indonesia telah mengeluarkan Global Green Sukuk sejak 2018 dengan total nominal mencapai 2,75 miliar dolar AS.
Dana itu, kata dia, dialokasikan untuk membiayai transportasi berkelanjutan seperti rel kereta ganda dan kapal yang hemat energi.
Sri Mulyani menambahkan alokasikan dana itu juga untuk mitigasi banjir dan daerah yang rawan bencana serta akses terhadap energi dari sumber terbarukan.
Pemerintah juga mengalokasikan untuk pengelolaan sampah dan proyek efisiensi energi di seluruh Indonesia yang diharapkan mengurangi emisi sekitar 8,9 juta setara CO2.
Pada tahun 2019, lanjut dia, pemerintah juga mengeluarkan Green Sukuk Ritel pertama di dunia dengan total investasi mencapai 100 juta dolar AS.
Ia berharap peran sektor swasta juga optimal dalam mendukung upaya pemerintah dalam menurunkan emisi karbon karena masih ada celah yang besar dalam pembiayaan.
Meski mengakui tantangan sektor swasta seperti regulasi, namun pemerintah menyediakan dukungan kebijakan salah satunya insentif fiskal dalam pembangunan rendah karbon, sehingga mereka bisa berinvestasi dalam proyek hijau.
Selain itu, kata dia, juga ada skema pembiayaan inovatif yakni kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) serta pembiayaan kombinasi atau blended finance antara pemerintah, swasta dan filantropi.
Baca juga: Luhut akan canangkan program "replanting" lahan mangrove
Baca juga: KLHK: Indonesia dapat pengakuan dunia atas usaha menekan emisi GRK
Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020