Jerusalem (ANTARA News) - Israel, Rabu menghitung kerugian setelah ratusan warga Palestina bentrok dengan pasukan keamanan di seluruh Jerusalem timur, di tengah pertikaian diplomatik terburuk antara Israel dan sekutu pentingnya, Amerika Serikat, selama puluhan tahun terakhir.

Pada saat kerusuhan terburuk dalam beberapa tahun belakangan itu mengguncang Jerusalem Selasa, seorang pemimpin senior HAMAS menyebutnya sebagai "intifada" baru, sebagaimana dikutip dari AFP. 

Sementara itu Utusan Timur Tengah AS, George Mitchell, menunda kunjungannya ke kawasan itu meskipun untuk upaya menghidupkan kembali perundingan perdamaian.

Kepolisian Israel menembakkan peluru karet, melempar granat dan gas air mata pada para pemrotes Palestina, yang melemparkan batu-batu dan membentuk barikade kotoran serta membakar ban-ban di beberapa permukiman.

Dua puluh satu orang Palestina yang cedera dilarikan ke rumah sakit dan puluhannya lainnya diberi pertolongan di tempat kejadian, kata Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina.

Seorang polisi terkena tembakan pistol di tangannya, di satu permukiman Arab di Jerusalem timur, kata juru bicara polisi, Micky Rosenfeld.

Dia menambahkan, bahwa orang bersenjata tak dikenal kabur dari tempat itu.Empat petugas polisi lainnya juga dibawa ke rumah sakit, dan 10 lainnya dirawat di tempat kejadian, setelah terkena lemparan batu.

Enam puluh warga Palestina ditahan dalam insiden itu.

Pada Selasa itu juga, batu-batu dilemparkan ke arah satu bus di permukiman Arab terbesar di Jaffa, di selatan Tel Aviv, kata Rosenfeld. Namun tidak dilaporkan adanya korban yang luka.

Bentrokan meletus di seluruh Jerusalem timur, wilayah Arab yang direbut negara Yahudi itu pada Perang Enam Hari pada 1967, dan kemudian dicaplok dalam satu tindakan yang tidak diakui oleh masyarakat internasional.

Pada saat kerusuhan berkobar, Wakil Ketua Politbiro HAMAS, Mussa Abu Marzuk, menyebutkan hal itu sebagai pemberontakan populer rakyat Palestina lainnya.

"Intifada harus menikmati kesertaan seluruh masyarakat Palestina," katanya kepada jaringan televisi Al-Jazeera.

"Setiap orang Palestina akan bangkit ... melawan pasukan pendudukan Israel."

Di wilayah Jalur Gaza yang dikuasai HAMAS, ribuan orang turun ke jalan-jalan, meneriakkan: "Dengan darah kami, dengan jiwa kami, kami korbankan untukmu, Jerusalem."

Warga Palestina melancarkan dua kali intifada terhadap kekuasaan Israel di wilayah mereka yang diduduki negara Yahudi itu. Pertama pada 1987 dan yang kedua pada tahun 2000.

Kepala kepolisian Israel, Dudi Cohen, mengatakan kepada wartawan, dia tidak melihat adanya tanda-tanda bangkitnya pemberontakan baru.

Rakyat Palestina semakin berang atas rencana Israel untuk membangun 1.600 rumah baru bagi para pemukim Yahudi di Jerusalem timur.

Pengumuman pekan lalu mengenai proyek itu juga membuat marah Washington, dan Mitchell menunda kunjungannya ke kawasan itu, yang mestinya akan dimulai Selasa.

Kunjungan itu tidak akan dilakukan sebelum Kuartet Timur Tengah, yang terdiri Amerika Serikat, Uni Eropa, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dan Rusia menuntaskan pertemuannya di Moskow, Kamis.

Perunding Palestina, Saeb Erakat, mengatakan, dia tidak akan pergi ke Moskow karena terjadinya ketegangan di Jerusalem.

Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton mengatakan, Washington masih berkomitmen untuk menghidupkan kembali perundingan perdamaian.

Dia mengatakan kepada para wartawan, ada terlalu banyak yang dipertaruhkan untuk rakyat Palestina dan Israel untuk melepaskan mereka.

Para penjabat AS mengatakan, Hillary Clinton akan segera berbicara dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dalam upaya meredakan perseteruan diplomatik yang tajam, mungkin pada Rabu.(H-AK/A024)

Pewarta:
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2010