Jika kita gagal dengan mitigasi iklim, maka kita akan menghadapi masalah dalam skala yang sangat berbeda ketika terkait dengan penderitaan manusia dan kerugian ekonomi,
Jenewa (ANTARA) - Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), yang bernaung di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), menyatakan harapannya agar Amerika Serikat bergabung dengan Uni Eropa dan China dalam menargetkan diri sebagai negara dengan netralitas karbon.
Di hadapan Sidang Umum PBB pada akhir September 2020, Presiden China Xi Jinping mengatakan bahwa China menuju netralitas karbon pada 2060. Sementara itu, Uni Eropa telah berjanji akan mencapai target itu pada 2050.
"Saya pikir pengumuman tersebut sangat bagus karena setidaknya kini Uni Eropa dan China mempunyai pemikiran yang sama, dan itu adalah kabar baik. Saya juga berharap AS dapat bergabung dalam kelompok ini di masa yang akan datang," kata Sekretaris Jenderal WMO Petteri Taalas di Jenewa, Selasa.
Netralitas karbon, atau jejak karbon nol bersih, merupakan situasi keseimbangan antara emisi karbon dan penghilang emisi karbon sehingga tidak ada penambahan karbon dioksida yang dilepas ke atmosfer.
Xi menggunakan kesempatan pidato di PBB untuk menyerukan aksi multilateral dalam menyikapi perubahan iklim, setelah Presiden AS Donald Trump menyebut Kesepakatan Paris tentang iklim sebagai perjanjian satu pihak serta mengkritik China karena menjadi penyumbang emisi karbon terbesar di dunia.
"Jika kita gagal dengan mitigasi iklim, maka kita akan menghadapi masalah dalam skala yang sangat berbeda ketika terkait dengan penderitaan manusia dan kerugian ekonomi," ujar Taalas.
"Di Amerika Serikat sudah ada kemajuan yang baik, khususnya di sektor swasta, dan sejumlah negara bagian pun telah berinvestasi pada teknologi yang ramah iklim," kata Taalas menambahkan.
Temperatur global akan terus meningkat dalam lima tahun mendatang, dan mungkin bahkan naik secara sementara hingga lebih dari 1,5 derajat Celsius di atas suhu pada masa praindustri, menurut WMO pada Juli 2020.
Para ilmuwan menetapkan 1,5 derajat Celsius sebagai batas paling atas kenaikan suhu untuk mencegah terjadinya bencana akibat perubahan iklim.
"China menyumbang 25 persen emisi global, dan salah satu tantangan utama bagi Anda adalah bahwa produksi energi Anda sangat bergantung pada pembangkit listrik tenaga batu bara," kata Taalas menjawab pertanyaan jurnalis Chinese Central Television.
Namun, China telah mencatatkan investasi pada energi terbarukan, seperti energi panas matahari dan angin, serta menjadi pengekspor teknologi tersebut ke seluruh dunia, kata Taalas menambahkan.
Sumber: Reuters
Baca juga: Generasi muda dunia lakukan protes lawan perubahan iklim
Baca juga: Dunia akan lampaui batas pemanasan global tanpa investasi besar
Presiden ingatkan target penurunan gas rumah kaca
Penerjemah: Suwanti
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2020