Jakarta (ANTARA) - Kepala Pusat Penelitian, Promosi dan Kerja Sama Badan Informasi Geospasial (BIG) Dr Suprajaka mengatakan peta dasar skala 1:5.000 memiliki nilai strategis dalam meningkatkan kemampuan pemerintah dalam melakukan tanggap darurat serta percepatan investasi.
"Selain itu, juga untuk rehabilitasi dan rekonstruksi pasca-bencana alam," ujar Suprajaka dalam webinar "Bumi dan Manusia : Sejahtera Jika Berencana Bersama" di Jakarta, Selasa.
Baca juga: BIG usulkan KKNI disetujui untuk segera diterapkan
Dia menambahkan peta dasar bermanfaat untuk mewujudkan kebijakan satu peta dan merupakan syarat dalam menyusun Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) daerah. "Sedangkan RDTR merupakan prasyarat untuk pelaksanaan One Single Submission (OSS) yang diamanatkan oleh Presiden," ucapnya.
Dengan demikian, lanjut dia, ketersediaan peta dasar skala 1:5.000 amat dibutuhkan bagi percepatan investasi dan upaya pemulihan ekonomi nasional pasca-pandemi COVID-19.
Hingga akhir 2019, ketersediaan peta dasar skala 1: 5.000 baru mencapai 1,9 persen dari luas wilayah Indonesia. Untuk itu, perlu adanya upaya melakukan percepatan ketersediaan peta dasar.
"Jika dilakukan seperti biasa, membutuhkan waktu yang lama dan memakan biaya yang besar," tuturnya.
Tanpa adanya percepatan, kebutuhan peta dasar 1:5.000 tidak akan terpenuhi mengingat waktu yang dibutuhkan begitu lama, sehingga sebagian peta dasar yang telah dihasilkan akan selalu menjadi kadaluwarsa.
Baca juga: BIG sedang siapkan peta dasar skala 1:5.000 di Kalimantan Timur
Baca juga: BIG: Perlu percepatan penyediaan peta dasar skala besar
Baca juga: Peta dasar BIG penting untuk keamanan wilayah
Skenario percepatan yang diusulkan, yakni menggunakan teknologi Airbone SAR, diperoleh data homogen dan mencakup seluruh wilayah Indonesia, membutuhkan waktu lima tahun dan membutuhkan anggaran sekitar Rp5,1 triliun.
BIG telah menyelesaikan pembuatan peta skala 1:50.000 sebagai bagian dari kebijakan satu peta yang terdiri dari 85 peta tematik, melibatkan 19 kementerian/lembaga da 34 provinsi.
Pewarta: Indriani
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020