Yogyakarta (ANTARA News) - Riset pengembangan energi alternatif di Indonesia masih rendah, padahal potensi hayati di negeri ini cukup besar, kata peneliti dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Lilies Setyartiti.
"Peluang pengembangan energi alternatif di Indonesia cukup besar, karena banyak potensi alam atau hayati yang bisa dimanfaatkan, mulai dari biji nyamplung, jarak, kotoran sapi, sampah, dan merang," katanya di Yogyakarta, Selasa.
Namun, menurut dia, peluang tersebut belum banyak dimanfaatkan karena masyarakat belum menyadari sepenuhnya mengenai pemanfaatan energi alternatif. Selain itu, belum terstrukturnya manajemen pelaksanaan energi alternatif juga ikut mempengaruhi.
"Oleh karena itu, riset mengenai energi alternatif perlu dikembangkan, dan sosialisasi mengenai pemanfaatan energi tersebut di masyarakat perlu ditingkatkan, sehingga masyarakat akan semakin peduli terhadap penghematan energi fosil," katanya.
Ia mengatakan selama ini kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap penghematan bahan bakar fosil masih rendah. Mereka belum menyadari pentingnya pemanfaatan energi alternatif.
"Energi fosil dalam kurun waktu 40 tahun ke depan akan habis, tetapi energi alternatif belum banyak dikembangkan. Hal itu disebabkan rendahnya perhatian masyarakat terhadap penghematan energi fosil, sekaligus penggunaan energi alternatif," katanya.
Menurut dia, masyarakat sering diminta untuk menanam tanaman jarak. Biji jarak merupakan salah satu bahan alam yang dapat dikembangkan dan diolah menjadi energi alternatif.
Namun, kata dia, ketika tanaman jarak sudah ditanam, ternyata belum ditetapkan mekanisme penyalurannya, sehingga masyarakat merasa dibohongi dan dirugikan. "Oleh karena itu, harus ada manajemen yang mengaturnya," katanya.
Manjemen itu, menurut Lilies untuk mengatur luas lahan yang diperlukan, jumlah tanaman jarak yang diperlukan, harga yang ditetapkan untuk membeli hasil panen petani, dan tempat menjual hasil panen.
"Permasalahan ini harus mendapat perhatian mulai dari tanaman ditanam hingga penjualan hasil panen, sehingga petani tidak rugi, dan tetap bersemangat menanam tanaman tersebut," katanya.
(U.B015/R009)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010