Kudus (ANTARA) - Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, menolak melakukan aksi unjuk rasa penolakan terhadap Undang-Undang Cipta Kerja, melainkan lebih memilih untuk mengawal pembentukan peraturan pemerintah (PP) dari UU tersebut.

"Kami tidak ingin salah langkah sehingga lebih memilih mengawal dibentuknya PP dari UU tersebut. Terlebih suasana di Kudus juga cukup kondusif," kata Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) KSPSI Kabupaten Kudus Andreas Hua saat menjadi pembicara pada diskusi nasib buruh pada pengaturan ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja yang digelar Ansor Kudus di aula SMK Asyaidiyah 2 Kudus, Selasa.

Selain itu, kata dia, draf RUU Cipta Kerja yang beredar setelah disahkan DPR RI juga banyak versi.

Baca juga: KSPSI tetap kritis dan perjuangkan hak buruh meski dekat pemerintah

Pembicara lain yang juga advokad Yusuf Istanto mengungkapkan draf RUU Cipta Kerja yang beredar diperkirakan ada empat.

"Jika diulas satu persatu, memang ada sejumlah pembeda dari masing-masing draf RUU yang beredar di masyarakat," ujarnya.

Draf RUU yang pertama dengan nama RUU Cipta Kerja kirim ke presiden yang berisikan 1.035 halaman, kemudian draf kedua tertanggal 9 Oktober dengan total halaman 1.052 halaman, sedangkan draf yang ketiga diberi nama "UU Cipta Kerja Paripurna" dengan total 812 halaman.

Sementara yang keempat, draf UU Cipta Kerja final yang memiliki jumlah halaman sebanyak 1.035 halaman.

Banyaknya draf RUU yang beredar di masyarakat, kata dia, bisa menjadi permasalahan terutama terkait perbedaan pendapat, sehingga terjadilah aksi unjuk rasa.

Baca juga: KSPI serukan tidak akan ada kekerasan dalam aksi buruh lanjutan

"Draf yang diterima masyarakat apakah kredibel atau tidak, ini yang tidak diketahui, sehingga bisa menimbulkan perbedaan pendapat," ujarnya.

Perwakilan Apindo Kudus Nadjib Hassan mengatakan posisi pengusaha juga ikut dirugikan atas pengesahan UU Cipta Kerja tersebut.

"Setelah saya cermati posisi pengusaha juga dirugikan. Banyak yang mengatakan pengusaha diuntungkan, ternyata tidak demikian. Dalam pengesahan regulasi tentu saja ada kelebihan dan kekurangannya," ujarnya.

Hal itu, kata dia, bisa dilihat dalam UU ketenagakerjaan pengusaha masih bisa mengajukan penangguhan penerapan upah minimum, sedangkan dalam UU Cipta Kerja yang dibaca kemungkinan pengajuan penangguhan UMK tidak muncul.

Terkait dengan kewajiban bagi pengusaha menyalurkan program tanggung jawab sosial perusahaan (Coorporate Social Responsibility/CSR), dia sepakat mengawal kewajiban tersebut.

Baca juga: Kadin: jaminan untuk buruh di UU Cipta Kerja bertambah

Pembicara lainnya Kholid Mawardi yang juga Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Rakyat Demokratik (PRD) Jateng menganggap banyak kejanggalan dalam pengesahan RUU Cipta Kerja karena isi aturannya yang sangat beragam dan penyusunannya juga sangat cepat.

"Kami juga mempertanyakan kenapa hal itu dilakukan di tengah masa pandemi COVID-19," ujarnya.

Pewarta: Akhmad Nazaruddin
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2020