Jakarta (ANTARA) - Pengamat Hukum Pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Chairul Huda menilai Kejaksaan Agung terkesan memaksakan penyidikan terhadap 13 tersangka korporasi terkait dengan perkara tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
"Saya berpendapat tersangka-tersangka di luar direksi Jiwasraya sangat dipaksakan," kata Chairul melalui siaran pers di Jakarta, Selasa.
Ia menjelaskan bahwa para manajer investasi (MI) hanya memberikan jasa, lalu honor yang mereka terima dianggap sebagai kerugian keuangan negara.
Baca juga: Pihak swasta pada perkara Jiwasraya divonis penjara seumur hidup
"Sangat tidak tepat jika mereka dijadikan tersangka, apalagi tidak semua tersangka korporasi berhubungan atau kenal atau terafiliasi dengan tersangka," tuturnya.
Sementara itu, reksadana Jiwasraya sendiri sudah disita dan para MI juga sudah mengembalikan fee kepada negara.
Ia pun mendesak kejaksaan untuk mencari aktor intelektual di atas para direksi Jiwasraya.
"Jadi, jangan ditarik ke bawah, yaitu para MI yang sejatinya hanya penjual jasa untuk mentransaksikan dana jiwasraya yang diinvestasikan. Keputusan buat investasi bukan dari para MI, melainkan Jiwasraya sendiri," katanya.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono mengatakan bahwa penyitaan aset dari para terdakwa kasus korupsi Jiwasraya ini telah melebihi jumlah kerugian negara.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memperhitungkan jumlah kerugian negara mencapai Rp16,8 triliun.
"Kami sudah menyita Rp18,4 triliun aset para terdakwa yang sedang diadili. Itu semua ada di pengadilan (menjadi barang bukti) dan dirampas untuk dikembalikan kepada negara," ujar Hari.
Baca juga: Kejagung tetapkan Pieter Rasiman tersangka korupsi Jiwasraya
Tiga belas korporasi yang menjadi tersangka dalam kasus ini adalah PT Dhanawibawa Manajemen Investasi/PT Pan Arcadia Capital (DMI/PAC), PT OSO Manajemen Investasi (OMI), PT Pinnacle Persada Investama (PPI), PT Millenium Danatama Indonesia/PT Millenium Capital Management (MDI/MCM), dan PT Prospera Asset Management (PAM).
Berikutnya, PT MNC Asset Management (MNCAM), PT Maybank Asset Management (MAM), PT GAP Capital (GAPC), PT Jasa Capital Asset Management (JCAM), PT Pool Advista Asset Management (PAAA), PT Corfina Capital (CC), PT Treasure Fund Investama Indonesia (TFII), dan PT Sinarmas Asset Management (SAM).
Ketiga belas perusahaan tersebut dijerat dengan pasal primer Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20/2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, subsider Pasal 3 UU No. 31/1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20/2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain itu, Pasal 3 UU No. 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 Ayat (1) KUHP, Pasal 4 UU No. 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020