Kita bisa melihat pada PSBB jilid 2 ini, masyarakat hampir tinggal di rumah lebih dari 24 jam. Ini 20 persen dari waktu durasi normalnya, atau sekitar 20 jam lebih itu tinggal di rumah. Terlihat turun kasus positif harian

Jakarta (ANTARA) - Lembaga riset pembangunan nasional dan kebijakan publik IDEAS mengatakan kasus harian COVID-19 tercatat menurun seiring dengan penetapan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), terutama di Jakarta, yang memaksa masyarakat untuk lebih banyak tinggal di rumah.

"Kita bisa melihat pada PSBB jilid 2 ini, masyarakat hampir tinggal di rumah lebih dari 24 jam. Ini 20 persen dari waktu durasi normalnya, atau sekitar 20 jam lebih itu tinggal di rumah. Terlihat turun kasus positif harian," kata peneliti IDEAS Meli Triana dalam diskusi webinar tentang Evaluasi 7 Bulan Pandemi bertema Urgensi Intervensi Nonfarmasi, di Jakarta, Selasa.

Meli menyampaikan temuan tersebut berdasarkan hasil kajian terhadap hubungan antara mobilitas penduduk selama pandemi dengan kasus harian COVID-19 dengan menggunakan data dari Google Mobility Report pada 15 Februari hingga 25 September 2020.

Dari hasil kajian tersebut, IDEAS menemukan bahwa sejak 16 Maret 2020 terjadi peningkatan durasi waktu penduduk berada di rumah seiring dengan adanya kebijakan bekerja dan belajar dari rumah hingga diterapkannya PSBB.

Kemudian, durasi waktu penduduk di dalam rumah mengalami penurunan seiring dengan pemberlakukan PSBB transisi. Tetapi meningkat lagi setelah DKI kembali memberlakukan PSBB jilid 2 pada 14 September 2020.

Berdasarkan data kasus di DKI Jakarta hingga 25 September 2020, persentase perubahan durasi waktu penduduk berada di rumah sekitar 20 persen.

"Itu berarti bahwa rata-rata durasi waktu orang-orang berada di rumah mencapai 18,2 jam atau bertambah sekitar 3,2 jam dari keadaan normal yang biasanya sekitar 8 jam orang-orang menghabiskan waktu di luar rumah," katanya.

Terkait pengaruh durasi waktu masyarakat di dalam rumah terhadap lonjakan kasus COVID-19, Meli mengatakan pengaruh itu tidak dapat dilihat secara langsung pada hari yang sama, karena dampak dari pergerakan masyarakat tersebut baru dapat dilihat sekitar 2 pekan hingga 1 bulan ke depan, mengingat karakteristik penyakit COVID-19 itu sendiri.

Meski demikian, ia mengatakan bahwa berdasarkan data hubungan tersebut terlihat bahwa PSBB sangat berdampak terhadap penurunan kasus harian COVID-19 seiring dengan semakin lamanya durasi waktu masyarakat berada di dalam rumah.

"Pada April, Mei dan Juni itu masih landai kasus positifnya. Kemudian ketika mulai PSBB transisi, kurva peningkatan kasus harian semakin naik tajam hingga September," katanya.

Data tentang pengaruh PSBB terhadap penurunan atau lonjakan kasus COVID-19 juga tercatat hampir sama di Jawa Timur, di mana kurva kasus harian mengalami penurunan setelah satu bulan diterapkan PSBB. Tetapi kasus kembali meningkat setelah diberlakukan adaptasi kebiasaan baru.

Meski demikian, selain dipengaruhi oleh kebijakan PSBB, jumlah kasus positif COVID-19 juga, kata Meli, dipengaruhi oleh kapasitas testing dan tracing di masing-masing provinsi.

"Jadi jumlah kasus positif hariannya juga dipengaruhi oleh masing-masing kapasitas testing dan tracingnya masing-masing provinsi. Semakin tinggi kapasitas 'tracing'-nya, maka datanya juga akan semakin tinggi," demikian Meli Triana.

Baca juga: IDEAS sebut lonjakan kasus tak cerminkan kapasitas penelusuran dan tes

Baca juga: Pelanggaran penggunaan masker menurun selama PSBB di Jakarta

Baca juga: IDEAS ingatkan kebijakan fokus tangani bencana untuk pulihkan ekonomi

Baca juga: Waspadai ledakan COVID-19 jelang Ramadhan, sebut IDEAS

Pewarta: Katriana
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2020