Kandahar, Afghanistan (ANTARA News/AFP) - Presiden Afghanistan Hamid Karzai memerintahkan penambahan pasukan keamanan ke sebuah kota strategis di wilayah selatan setelah serangkaian serangan bom bunuh diri yang menewaskan 35 orang, kata seorang menteri, Senin.
"Presiden Afghanistan memerintahkan pengiriman pasukan baru untuk pengamanan yang lebih baik di Kandahar," kata Menteri Dalam Negeri Mohammad Hanif Atmar kepada wartawan.
Sejumlah ledakan besar mengguncang Kandahar, ibukota provinsi Kandahar, Sabtu larut malam, dan tampaknya itu merupakan salah satu serangan besar terkoordinasi oleh kelompok gerilya tersebut sejak pemberontakan mereka meletus lebih dari delapan tahun lalu.
Gubernur provinsi Kandahar Turyalai Wisa mengatakan, Minggu, ia telah meminta penambahan pasukan untuk membantu mengamankan kota itu dari serangan-serangan lebih lanjut oleh Taliban, yang menganggap Kandahar sebagai pusat spiritual mereka.
Taliban mengklaim bertanggung jawab dan mengatakan bahwa serangan itu adalah tanggapan pendahuluan atas rencana pasukan Barat dan Afghanistan untuk melancarkan operasi anti-gerilya di Kandahar.
Atmar, yang mengunjungi kota itu Senin untuk menyampaikan bela-sungkawa kepada keluarga korban, mengatakan, operasi militer akan dimulai "setelah pembahasan dengan para sesepuh suku".
Di Afghanistan pekan lalu Menteri Pertahanan AS Robert Gates meminta pasukan agar bersiap-siap melakukan pertempuran sengit ketika para jendral menyiapkan rencana untuk meluncurkan operasi di Kandahar.
Korban-korban yang tewas dalam pemboman itu terdiri dari 13 polisi dan 22 warga sipil, kata juru bicara kementerian dalam negeri Zemarai Bashery, dan puluha orang lagi cedera.
Menurut Bashery, penyerang bertujuan membobol penjara Kandahar dan membebaskan tahanan, yang mencakup militan.
Presiden Hamid Karzai menyebut pelaku serangan itu sebagai "musuh-musuh Islam dan Afghanistan".
Dalam salah satu serangan paling berani, gerilyawan Taliban juga menggunakan penyerang-penyerang bom bunuh diri untuk menjebol penjara Kandahar pada pertengahan Juni 2008, membuat lebih dari 1.000 tahanan yang separuh diantaranya militan berhasil kabur.
Para komandan NATO telah memperingatkan negara-negara Barat agar siap menghadapi jatuhnya korban karena mereka sedang melaksanakan strategi untuk mengakhiri perang delapan tahun di negara itu.
Marinir AS saat ini memimpin 15.000 prajurit AS, NATO dan Afghanistan dalam Operasi Mushtarak yang bertujuan menumpas militan, yang diluncurkan menjelang fajar Sabtu (13/2) untuk membuka jalan agar pemerintah Afghanistan bisa mengendalikan lagi daerah Helmand penghasil opium.
Ofensif itu dikabarkan mendapat perlawanan sengit dari Taliban, yang melancarkan serangan-serangan dari balik tameng manusia dan memasang bom pada jalan, bangunan dan pohon.
Presiden Hamid Karzai memperingatkan bahwa pasukan harus melakukan semua langkah yang diperlukan untuk melindungi warga sipil.
Saat ini terdapat lebih dari 120.000 prajurit internasional, terutama dari AS, yang ditempatkan di Afghanistan untuk membantu pemerintah Presiden Hamid Karzai mengatasi pemberontakan yang dikobarkan sisa-sisa Taliban.
Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.
Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO berkekuatan lebih dari 84.000 prajurit yang berasal dari 43 negara, yang bertujuan memulihkan demokrasi, keamanan dan membangun kembali Afghanistan, namun kini masih berusaha memadamkan pemberontakan Taliban dan sekutunya.
Kekerasan di Afghanistan mencapai tingkat tertinggi dalam perang lebih dari delapan tahun dengan gerilyawan Taliban, yang memperluas pemberontakan dari wilayah selatan dan timur negara itu ke ibukota dan daerah-daerah yang sebelumnya damai.
Delapan tahun setelah penggulingan Taliban dari kekuasaan di Afghanistan, lebih dari 40 negara bersiap-siap menambah jumlah prajurit di Afghanistan hingga mencapai sekitar 150.000 orang dalam kurun waktu 18 bulan, dalam upaya baru memerangi gerilyawan.
Sekitar 520 prajurit asing tewas sepanjang 2009, yang menjadikan tahun itu sebagai tahun paling mematikan bagi pasukan internasional sejak invasi pimpinan AS pada 2001 dan membuat dukungan publik Barat terhadap perang itu merosot.
Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.
Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer. (M014/K004)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010