Kalau anda ungkapkan cuma kasus konkret dari depan sampai belakang ya, itu kan berarti anda hanya bicara kasus konkret. Seolah-olah ini lembaga untuk upaya hukum selanjutnya setelah kasasi begitu, lembaga MK ini
Jakarta (ANTARA) - Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mengingatkan Mahkamah Konstitusi tidak menangani kasus konkret, dalam sidang pendahuluan pengujian Pasal 8 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi di Gedung MK, Jakarta, Senin.
"Kalau anda ungkapkan cuma kasus konkret dari depan sampai belakang ya, itu kan berarti anda hanya bicara kasus konkret. Seolah-olah ini lembaga untuk upaya hukum selanjutnya setelah kasasi begitu, lembaga MK ini," ujar Enny Nurbaningsih kepada tim kuasa hukum pemohon yang hadir secara virtual.
Menurut dia, alasan permohonan pengujian undang-undang yang dijabarkan sangat panjang, tetapi tidak menguraikan pertentangan norma Pasal 8 UU Pornografi dengan UUD 1945.
Selain itu, pemohon dinilainya perlu memikirkan implikasi yang ditimbulkan, tidak hanya terhadap perempuan, tetapi juga laki-laki, yang dengan sengaja atas persetujuannya ingin menjadi model atau objek dalam kegiatan yang mengandung pornografi.
"Ini kan ada penjelasannya, penjelasan dari Pasal 8 bahwa tidak akan mungkin dipidana kalau bisa kemudian membuktikan bahwa dia adalah karena dipaksa, diancam, kemudian di bawah kekuasaan tekanan, atau tipu daya, begitu," tutur Enny Nurbaningsih.
Baca juga: Sidang MK, pimpinan KPK nilai Dewas tak beri hambatan
Baca juga: Sidang MK, Menkeu jelaskan tekanan pada perekonomian sejak PSBB
Adapun pemohon bernama Pina Aprilianti dalam permohonannya lebih banyak menceritakan kisah hidup serta perkembangan kasus hukum yang dihadapi karena video porno di Garut.
Menurut pemohon, ia tidak pernah melihat dan mengetahui isi video yang selalu direkam mantan suaminya itu saat melakukan hubungan suami istri, termasuk video viral seks beramai-ramai yang disebar mantan suaminya melalui media sosial untuk mendapatkan uang.
Namun, perempuan berusia 20 tahun itu diproses hukum sebagai pelaku sehingga ia menilai Pasal 8 UU Pornografi yang berbunyi, "Setiap orang dilarang dengan sengaja atau persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi", justru tidak memberikan perlindungan hukum.
Untuk itu, pemohon yang divonis Majelis Hakim Pengadilan Negeri Garut selama tiga tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider tiga bulan tersebut meminta Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 8 UU Pornografi bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020