Jakarta (ANTARA) - Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan menyatakan belum menerima laporan secara rinci terjadi klaster kasus COVID-19 di transportasi publik (bus umum dan kereta) di wilayah kerjanya.
Kepala BPTJ Kementerian Perhubungan Polana B. Pramesti kepada ANTARA di Jakarta, Senin, menyatakan setiap pekan dirinya menghadiri rapat rutin dengan Satgas Penangan COVID-19 dan pihak terkait lainnya, tetapi belum ada laporan terjadi klaster transportasi umum.
"Belum ada data rinci telah terjadi klaster COVID-19 dari pengguna transportasi umum, khususnya bus dan kereta di wilayah Jabodetabek," ujar Polana.
Baca juga: Protokol kesehatan jadi pertimbangan utama gunakan transportasi publik
Baca juga: Pandemi ubah kultur bertransportasi publik
Namun, dia mengingatkan bahwa kewenangan menentukan ada tidaknya klaster tersebut ada pada pihak berwenang, misalnya dari satgas.
Dia mengapresiasi kerja pemda dan pemerintah pusat, juga para operator transportasi yang menjalankan protokol kesehatan untuk memberi rasa aman kepada penumpang.
Semua ketentuan sudah dijalankan, misalnya penyediaan sarana cuci tangan, membatasi jumlah penumpang, mengatur antrean dan melakukan desinfektan secara rutin.
Dia juga mengapresiasi ketaatan penumpang untuk melaksanakan 3M, menggunakan masker, cuci tangan dan menjaga jarak. Khusus pada jaga jarak, masih ada penumpang yang belum menaatinya, bukan pada saat antre atau saat di kendaraan, tetapi sebelum antre dan sesudah turun dari transportasi umum.
Baca juga: Transportasi kembali dibatasi-kegiatan publik ditunda saat PSBB Total
"Sisanya, terjadi peningkatan disiplin yang signifikan dari para penumpang saat ini," ujar Polana yang pernah menjadi Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Udara.
Diakuinya pandemi COVID-19 mengubah perilaku penumpang transportasi umum. Tidak hanya itu, pandemi juga mengubah target penggunaan transportasi umum di Jabodetabek.
Targetnya, tahun 2029, sekitar 60 persen penduduk Jabodetabek menggunakan transportasi umum (bus dan kereta, termasuk MRT dan LRT), namun pandemi COVID-19 mengubahnya.
Jika, sebelum COVID-19 sudah sekitar 30 persen menggunakan transportasi umum, setelah pandemi diyakini menurun. "Kita belum hitung tepatnya, tetapi secara hitungan kasar bisa dipastikan menurun," ujar alumnus ITB Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan itu.
Baca juga: Epidemiolog: Belum ada laporan kluster transportasi publik COVID-19
Pandemi juga mengubah prinsip transportasi publik yang semula 3S, safety, security, and services through compliances, kata Polana, kini bertambah dengan satu S lagi, yakni jaminan sanitasi, termasuk di dalamnya higienis.
Dia berharap kepercayaan masyarakat pada transportasi publik kembali bangkit dengan tetap menerapkan 3M, karena keamanan di masa pandemi menjadi utama. Aman bagi masyarakat pengguna, juga aman bagi operator dan petugas pengelola stasiun dan terminal dari COVID-19.
Pewarta: Erafzon Saptiyulda AS
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020