Padang (ANTARA nEWS) - Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang (UNP), Prof.Dr. Syamsul Amar, MS, menyatakan bahwa langkah pemerintah menghentikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) pada 2010, merupakan kebijakan kontradiktif dalam perekonomian.
"Ada dua kebijakan kontraproduktif pemerintah pada 2010. Pertama menghentikan BLT, dan kedua akan menaikkan tarif dasar listrik (TDL)," kata Syamsul di Padang, Sabtu.
Menurut dia, dua kebijakan pemerintah tersebut akan berimbas pada anjloknya demand (permintaan) masyarakat.
BLT, kata dia, merupakan subsidi yang diberikan pemerintah kepada masyarakat tertentu, agar mampu memenuhi kebutuhan minimal. Penerimanya adalah masyarakat yang tingkat kesejahteraannya rendah.
Jika BLT dihilangkan, kata Syamsul, tingkat kesejahteraan rakyat miskin akan terus menurun. demand mereka rendah. Akibatnya, program negara welfare state tidak terwujud".
Ditanya soal pernyataan Menko Kesra Agung Laksono bahwa perekonomian negara membaik, Syamsul mempertanyakan, ekonomi masyarakat lapisan mana yang membaik.
"Persoalan ekonomi kita adalah terkait disparitas (perbedaan) yang tinggi dalam pendapatan. Ekonomi membaik itu ada pada level menengah ke atas. Sementara di level bawah, dari waktu ke waktu tidak jauh berubah," kata Syamsul.
Meski begitu, dia menyatakan setuju BLT dihilangkan, namun harus dilakukan secara bertahap.
"Pemerintah hendaknya mempertimbangkan penghentian BLT secara bertahap. Dalam kondisi kini, waktunya belum tepat," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono mengatakan bahwa program Bantuan Langsung Tunai (BLT) pada tahun 2010 dihentikan sementara.
"Untuk sementara, pada tahun 2010 ini BLT tidak dianggarkan," kata Menko Kesra Agung Laksono usai berkunjung di Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung, Jumat.
Menteri menjelaskan, alasan penghentian sementara program BLT sebesar Rp300 ribu/bulan mulai tahun 2010 ini adalah membaiknya kondisi perekonomian.
Agung menambahkan, konsep BLT diprogramkan oleh pemerintah tergantung situasi dan kondisi perekonomian di Indonesia.
"Jika tidak ada kondisi yang sangat buruk seperti kenaikan harga BBM, krisis keuangan, melonjaknya harga kebutuhan bahan dasar dan lain sebagainya, maka BLT tidak dianggarkan," katanya.
(T.O003/S026)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010