Mereka juga terpuruk sekarangBanda Aceh (ANTARA) - Aktivitas ekspor komoditas Kopi Arabica Gayo ke pasar Internasional semakin terpuruk akibat pandemi COVID-19, bahkan permintaan anjlok mencapai 70 persen.
Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Disperindagkop) Aceh Tengah Joharsyah, Sabtu, mengatakan permintaan ekspor Kopi Gayo berkurang hingga 70 persen dari volume ekspor sebelum wabah Virus Corona.
"Jadi kalau kita lihat itu terjadi penurunan yang sangat signifikan sampai 70 persen. Itu berdasarkan hasil meeting kami beberapa hari lalu dengan Fair Trade, sebuah lembaga sertifikasi Internasional. Mereka juga terpuruk sekarang," kata Joharsyah, di Aceh Tengah.
Baca juga: Permintaan ekspor minim, Kopi Gayo menumpuk di gudang
Menurut dia, Pemkab Aceh Tengah masih terus berupaya untuk mengatasi persoalan tersebut agar komoditas kopi hasil panen tidak menumpuk di gudang, apalagi harus tertahan di tingkat petani.
"Jadi kita sudah banyak lakukan komunikasi secara nasional maupun Internasional, tapi memang seluruhnya sedang dalam kondisi sulit," ungkapnya.
Kalau pemerintah daerah disuruh beli kopi, lanjut dia, pertama pemerintah kan tidak pernah melakukan bisnis kopi, jadi setelah dibeli mau dibawa kemana. Kemudian uangnya juga dari mana.
Ia mengatakan untuk dapat membeli keseluruhan hasil panen kopi petani di daerah dataran tinggi Gayo tersebut membutuhkan biaya mencapai Rp1,8 triliun. Angka itu, kata dia, tidak sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.
Baca juga: Kopi Gayo diusulkan masuk bursa komoditi di New York AS
"Produksi kopi di Aceh Tengah itu berkisar antara 28.000 ton per tahun, itu nilainya sekitar Rp1,8 triliun. Itu berdasarkan luas lahan kopi di kita sekitar 48.000 hektare dengan produktivitas minimal rata-rata 700 kilogram per hektare per tahun," ujarnya.
Dalam rapat dengan Wakil Ketua DPRD Aceh Hendra Budian, kata Joharsyah, Dewan terkejut perlu anggaran sebanyak itu untuk membeli kopi dari petani, khusus Aceh Tengah. Belum lagi Kabupaten Bener Meriah. Kalau digabungkan keduanya, kata dia, kebutuhan dana mencapai Rp3,8 triliun.
"Untuk saat ini pemerintah daerah melalui Disperindag hanya bisa berupaya membantu para pelaku ekspor di bawah naungan koperasi dengan memberikan dana talangan agar kopi dari petani bisa terus dibeli," katanya.
Baca juga: Kemendag: Promosi produk berbasis geografis akan terus digencarkan
Pewarta: Khalis Surry
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020