Kami telah meminta mereka berulang kali untuk menerapkan mekanisme yang efektif untuk memblokir konten tidak bermoral dan tidak senonoh

Jakarta (ANTARA) - Regulator telekomunikasi Pakistan memblokir TikTok pada Jumat (9/10) karena gagal menyaring konten "tidak bermoral dan tidak senonoh," menjadi pukulan lain untuk aplikasi media sosial yang semakin diawasi karena popularitasnya melonjak di seluruh dunia itu.

Larangan tersebut muncul karena "keluhan dari berbagai segmen masyarakat terhadap konten tidak bermoral dan tidak senonoh di aplikasi berbagi video itu," kata Otoritas Telekomunikasi Pakistan (PTA), dikutip dari Reuters, Sabtu.

PTA mengatakan akan meninjau larangannya dengan meminta TikTok untuk memoderasi konten yang melanggar hukum.

Baca juga: WHO dan TikTok buat kampanye untuk Hari Kesehatan Mental Sedunia

TikTok mengatakan pihaknya "berkomitmen untuk mengikuti hukum di pasar tempat aplikasi tersebut ditawarkan."

"Kami telah berkomunikasi secara rutin dengan PTA dan terus bekerja dengan mereka. Kami berharap dapat mencapai kesimpulan yang membantu kami terus melayani komunitas online yang dinamis dan kreatif di negara ini," kata TikTok.

TikTok, milik ByteDance yang berbasis di China, menjadi sangat populer dalam waktu singkat dengan mendorong pengguna usia muda untuk mengunggah video singkat. Namun, sejumlah negara telah menyuarakan kekhawatiran keamanan dan privasi atas hubungannya dengan China.

Pada Juni, TikTok diblokir di India -- yang saat itu merupakan pasar terbesar -- dengan alasan masalah keamanan nasional pada saat sengketa perbatasan dengan China. Secara terpisah, TikTok juga menghadapi ancaman blokir di Amerika Serikat, dan pengawasan di negara lain termasuk Australia.

Baca juga: India blokir TikTok, WeChat dan aplikasi China lainnya

TikTok telah lama membantah bahwa hubungannya dengan China menimbulkan masalah keamanan.

Menurut juru bicara PTA, TikTok memiliki 20 juta pengguna aktif bulanan di Pakistan, aplikasi ketiga yang paling banyak diunduh setelah WhatsApp dan Facebook selama 12 bulan terakhir, menurut perusahaan analitik Sensor Tower.

Tiga pejabat Pakistan kepada Reuters mengatakan bahwa blokir TikTok sudah dekat. Sebelumnya, TikTok telah mendapat peringatan terakhir pada bulan Juli.

"Kami telah meminta mereka berulang kali untuk menerapkan mekanisme yang efektif untuk memblokir konten tidak bermoral dan tidak senonoh," kata salah satu pejabat yang terlibat langsung dalam keputusan tersebut kepada Reuters.

Baca juga: Diblokir India, TikTok sebut pemerintah China tak minta data pengguna

Pakistan yang mayoritas muslim memiliki peraturan media yang mematuhi kebiasaan sosial konservatif.

Keputusan untuk melarang TikTok diambil setelah Perdana Menteri Imran Khan menaruh perhatian besar pada masalah tersebut, kata pejabat lainnya, menambahkan bahwa Khan telah mengarahkan otoritas telekomunikasi untuk melakukan semua upaya untuk memblokir konten vulgar.

Bulan lalu, lima aplikasi kencan, termasuk Tinder dan Grindr, juga diblokir oleh PTA.

Usama Khilji, direktur Bolo Bhi, kelompok yang mengadvokasi hak-hak pengguna internet di Pakistan, mengatakan keputusan itu merusak impian pemerintah untuk Pakistan menuju digital.

Baca juga: Indonesia tidak akan ikut-ikutan larang TikTok

"Pemerintah yang memblokir aplikasi hiburan yang digunakan oleh jutaan orang, dan menjadi sumber pendapatan bagi ribuan pembuat konten, terutama yang berasal dari kota dan desa kecil, adalah parodi terhadap norma demokrasi dan hak-hak fundamental yang dijamin oleh konstitusi," kata Khilji.

Pengawas hak asasi global, Amnesty International, mengatakan masyarakat di Pakistan kehilangan haknya untuk mengekspresikan diri atas nama kampanye melawan konten vulgar.

"#TikTokBan hadir dengan latar belakang suara dibungkam di televisi, kolom menghilang dari surat kabar, situs web diblokir dan iklan televisi dilarang," kata Amnesty International regonal Asia Selatan di Twitter.

Baca juga: Pemerintah AS ajukan banding soal blokir TikTok

Baca juga: TikTok akan diblokir jika tak sepakat dengan Oracle

Penerjemah: Arindra Meodia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2020