Bandung (ANTARA News) - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, meminta Gubernur Jawa Barat untuk tidak merealisaikan rencana pembuatan film Perang Bubat. Pembuatan film tersebut dikhawatirkan justru membuat imej jelek ke generasi muda.
Hal tersebut, terungkap dalam kunjungan kerja Komisi VI DPRD RI ke Pemerintahan Provinsi Jawa Bar di Basemant Gedung Sate Bandung, Jumat.
"Tidak perlu dilakukan usulan pembuatan film Perang Bubat, karena film itu tidak baik dan takut membuat image jelek kepada generasi muda karena selama ini Jawa Barat dengan Jawa itu bersahabat," ujar kata anggota Komisi IV DPR RI Fraksi Demokrat, Yusyus Kuswandana.
Pembuatan film Perang Bubat yang akan dibiayai APBD Provinsi Jabar dan Jatim itu rencananya menjadi upaya rekonsiliasi sejarah kedua provinsi. Pemprov Jabar mengajukan anggaran sebesar Rp6 miliar pada APBD 2010 untuk pembiayaan produksi film itu.
Produksi film daerah yang dikerjasamakan antara dua provinsi itu, rencananya menjadi kerja sama pertama sekaligus untuk menghidupkan dunia layar lebar di Indonesia.
Film kolosal Perang Bubat rencananya akan mengupas sisi lain dari konflik Kerajaan Padjadjaran (Jawa Barat) dengan Majapahit (Jawa Timur) pada masa lalu yang dikemas menjadi sebuah misi rekonsiliasi bagi kedua wilayah itu.
(ANT/B010)
Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010
ANALISA KITAB KIDUNG SUNDA
Created by Ejang Hadian Ridwan
Kalau asumsinya perang dilapangan luas Bubat atau yang sering disebut “Perang Bubat” antara Kerajaan Majapahit dengan Kerajaan Sunda Galuh ini benar-benar terjadi, semua pihak harus menerimanya secara elegan bahwa ini adalah bagian dari peristiwa sejarah yang harus dihormati keberadaanya. Tidak seharusnya dijadikan sentimen kesukuan, dan terlalu picik bila ini dipandang sebagai dendam kesukuan, tidak ada kaitannya, karena ini adalah proses sejarah yang bisa jadi menentukan keberadadaan bangsa Indonesia masa kimi.
Banyak terdapat informasi penting sebenarnya dari Kitab Kidung Sunda kalau kita analisia, kitab ini merupakan salah satu sumber referensi penguat adanya perang Bubat selain kitab Pararaton, walau kitab resmi kerajaan Majapahit yaitu kitab Negarakertagama, yang sama sekali tidak menyinggung peristiwa besar itu.
Pupuh I dari kitab kidung Sunda disebutkan nama raja kerajaan Majapahit yaitu Hayam Wuruk, nama Hayam Wuruk ini diangkat juga oleh kitab Pararaton, inilah kaitannya dan kenapa dikatakan bahwa kitab Kidung Sunda dan Pararaton adalah 2 kitab saling menguatkan yaitu dalam peristiwa perang Bubat. Teramat aneh kalau masyarakat menerima sebutan raja Majapahit Sri Rajasanagara dengan Hayam Wuruk, Hayam adalah kata dalam bahasa Sunda yang mempunyai arti Ayam, sedang Wuruk sama kata dalam bahasa Sunda yang mempunyai arti jago lebih kearah jagoan kelahi. Inilah hebatnya yang mempromosikan kitab Pararaton sehingga nama Hayam Wuruk seolah-olah benar nama sebutan atau panggilan dan tidak tanggung-tanggung nama seorang raja besar kerajaan Majapahit. Bahkan pemerintah pun mengakui sebutan itu.
Informasi lainnya seperti hal-hal yang mustahil, tidak masuk logika dan berbau mistis, seperti petikan ini:
"Maka beliau (red-Gajah Mada) mengenakan segala upakara (perlengkapan) upacara dan melakukan yoga samadi. Setelah itu beliau menghilang (moksa) tak terlihat menuju ketiadaan (niskala)”
Kitab Kidung Sunda dilihat dari seluruh isinya berupa narasi untuk sebuah kisah, lebih kearah fiksi fantasi artinya ada hayalan imaginer dari si pembuat atas peristiwa yang diceritakan . Tentu saja kebenaran sejarah untuk narasi seperti ini sangat diragukan bisa jadi tidak ada nilai sejarahnya, bisa jadi pula bawa perang Bubat ini hanyalah rekayasa mengikuti cerita sebelumnya, karena kitab Kidung Sunda ini diterbitan setelah kitab pertama yang memuat kejadian serupa mengenai perang Bubat diterbitkan terlebih dahulu yaitu kitab Pararaton.
Baiklah dalam hal initidak diperdalam lebih lanjut mengenai keaslian, kebenaran atau kepalsuan dari kitab Kidung Sunda dan Pararaton, tetapi lebih fokus menganalisa isi yang disampaikan oleh kitab Kidung Sunda mengenai kejadian perng Bubat, mari perhatikan petikan dari kitab Kidung Sunda:
Petikan sebagian kitab Kidung Sunda (terjemahan) Pupuh I :
“ Maka Madhu kembali ke Majapahit membawa surat balasan raja Sunda dan memberi tahu kedatangan mereka. Tak lama kemudian mereka bertolak disertai banyak sekali iringan. Ada dua ratus kapal kecil dan jumlah totalnya adalah 2.000 kapal, berikut kapal-kapal kecil. Kapal jung. Ada kemungkinan rombongan orang Sunda menaiki kapal semacam ini. Namun ketika mereka naik kapal, terlihatlah pratanda buruk. Kapal yang dinaiki Raja, Ratu dan Putri Sunda adalah sebuah “jung Tatar (Mongolia/Cina) seperti banyak dipakai semenjak perang Wijaya.” (bait 1. 43a.)”.
Informasi penting yang diperoleh dari sebagian petikan kitab Kidung Sunda diatas salah satunya yaitu mengenai jumlah armada rombongan dari Kerajaan Sunda Galuh, yang terdiri dari 200 buah kapal ukuran kecil, jumlah total armada itu sekitar 2.000 buah perahu terdiri dari sebagian besar jumlah kapal dalam ukuran besar ditambah 200 kapal dalam ukuran kecil.
selengkapnya di : http://menguaktabirsejarah.blogspot.com
darah ituh merah jenderal
glory sundanesse
Lagipula itu alasan koq gak nyambung???? maksudnya Imej jelek generasi muda bagaimana???
Fakta sejarah harus diungkap, kalau pun ada bagian Tokoh yang jadi sorotan negatif, ambil hikmah/ilmu di dalamnya. Karena akibat Keserakahan Patih Gajag Mada yang terobsesi oleh Sumpah nya, membuat nama besar Majapahit pudar akibat renggangnya hubungan Raja Hayam Wuruk dengan Patihnya....