Jakarta (ANTARA) - Upaya bersama mengendalikan wabah corona, SARS-CoV-2, maju satu langkah lagi setelah Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 99/2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi.
Langkah ini tidak hanya membangun harapan, tetapi juga menjadi modal penting untuk mengakhiri ketidakpastian akibat pandemi COVID-19.
Di tengah ketidakpastian akibat lonjakan kasus COVID-19 yang tampak masih sulit dikendalikan, memupuk harapan bagi pulihnya dinamika kehidupan bersama harus terus diupayakan.
Cepat atau lambat, daya rusak pandemi ini terhadap kehidupan umat manusia harus bisa dihentikan dengan akal dan budi. Dengan memperkuat harapan, semua orang terdorong untuk terus berupaya sehingga terhindar dari jebakan putus asa. Dengan berharap dan berupaya, kepastian akan mudah diraih.
Memang, ketika Presiden menandatangani Perpres itu, vaksin penangkal COVID-19 baru memasuki tahap persiapan produksi skala besar, karena bahan bakunya masih harus didatangkan dari Tiongkok.
Baca juga: China bergabung dengan program vaksin WHO yang ditolak Trump
PT Bio Farma mendapatkan komitmen dari partnernya, Sinovac, pasokan untuk 50 juta dosis vaksin corona. Bahan baku vaksin corona itu dijadwalkan tiba bertahap di tanah air mulai November 2020 hingga Maret 2021.
Namun, uji klinis vaksin ini di dalam negeri telah dilakukan dengan cermat. Uji klinis fase III oleh Bio Farma sejak 11 Agustus 2020 yang melibatkan ratusan relawan itu berjalan lancar. Tidak ada laporan mengenai efek samping dari uji klinis itu. Semua proses ini diawasi dan mendapatkan pengawalan regulatory oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Perpres No. 99/2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi untuk penanggulangan Pandemi COVID-19 itu ditandatangani Presiden pada Senin (5/10) dan diundangkan sehari setelahnya.
Perpres ini otomatis menggambarkan tingginya tingkat keyakinan pemerintah. Maka, ketika pemerintah sudah dengan berani menunjukkan optimismenya, seluruh elemen masyarakat pun diharapkan optimis menghadapi hari-hari mendatang.
Ibarat badai permasalahan, tekanan yang bersumber dari pandemi COVID-19 plus resesi ekonomi sekarang ini pasti bisa dilalui jika semua orang berani memupuk harapan dan terus berupaya.
Perpres itu memang belum secara tegas mencantumkan waktu pengadaan vaksin dan pelaksanaan vaksinasi. Namun, mencermati jadwal dan rencana produksi Bio Farma, bisa dipastikan bahwa vaksinasi akan direalisasikan pada kuartal pertama 2021.
Baca juga: Jadi relawan vaksin, Ridwan Kamil posisikan dirinya sebagai jenderal
Oleh karena pemerintah begitu optimis, Perpres ini bahkan sudah merinci mekanisme pengadaan, pendanaan, tata cara vaksinasi hingga target vaksinasi serta peran dan fungsi kementerian/lembaga (K/L) maupun pemerintah daerah.
Kementerian kesehatan diberi wewenang melaksanakan vaksinasi, dan karenanya berwenang pula menetapkan kriteria dan prioritas penerima vaksin, prioritas wilayah penerima vaksin, jadwal dan tahapan pemberian vaksin, serta standar pelayanan vaksinasi.
Vaksinasi COVID-19 diberikan dua dosis per orang dengan jarak minimal 14 hari, sehingga dapat membentuk kekebalan (antibodi) terhadap COVID-19 secara optimal.
Perpres yang sama juga menetapkan bahwa prioritas pemberian vaksin ditujukan kepada petugas medis, paramedis contact tracing, TNI/Polri serta aparat hukum yang jumlahnya mencapai hampir 3,5 juta orang.
Prioritas berikutnya meliputi pemuka agama dan tokoh masyarakat, aparatur daerah (kecamatan, desa, RT/RW), serta sebagian pelaku ekonomi. Jumlah kelompok ini mencapai lebih dari 5,6 juta orang.
Berikutnya adalah para guru/tenaga pendidik dari tingkat PAUD/TK, SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi yang berjumlah lebih dari 4,3 juta orang. Aparatur pemerintah (pusat, daerah, dan legislatif) juga mendapat prioritas. Jumlahnya lebih dari 2,3 juta orang.
Baca juga: Kejar tayang belanja PEN
Di urutan berikutnya adalah peserta BPJS PBI (Penerima Bantuan Iuran) yang jumlahnya 86,6 juta orang lebih. Kelompok lain yang juga diprioritaskan mencapai lebih dari 57,5 juta orang.
Target minimal dari program vaksinasi corona mencapai 160 juta warga. Untuk itu, pemerintah menyiapkan vaksin dari dua produsen. Vaksin Bio Farma-Sinovac diberikan kepada 102.451.500 orang yang masuk kelompok prioritas di Pulau Jawa. Sedangkan vaksin dari kerja sama PT Kimia Farma - Sinopharm (Tiongkok) - G42 dari Uni Emirat Arab akan diberikan kepada 27 juta sasaran prioritas di luar pulau Jawa.
Berarti, masih ada sekitar 30,5 juta warga yang juga harus disiapkan vaksin-nya. Salah satu alternatif yang telah dijajaki oleh pemerintah adalah pengadaan vaksin dari GAVI-CEPI yang harganya relatif murah. Vaksin GAVI (Global Alliance for Vaccines and Immunization) dan CEPI (Coalition for Epidemic Prepareness Inovation) bisa disebut sebagai hasil kerja sama multilateral karena melibatkan sejumlah negara dan institusi.
Di tengah rivalitas global yang cukup sengit untuk mendapatkan vaksin corona yang volume produksinya masih sangat terbatas, upaya pemerintah menargetkan vaksinasi bagi 160 juta warga terbilang luar biasa dan progresif. Sebab, dengan target seperti itu, harus tersedia minimal 320 juta dosis vaksin, karena per orang harus menerima dua kali vaksinasi.
Bila produksi global untuk vaksin corona berjalan sesuai skenario, di penghujung tahun 2021 nanti baru tersedia hanya dua miliar dosis. Dengan total penduduk bumi 7,7 miliar sekarang ini, jelas bahwa volume produksi global itu masih jauh dari total kebutuhan. Dan, dari total produksi vaksin corona sekarang ini, sekitar 30 persennya sudah diborong negara-negara kaya.
Baca juga: EU pesan vaksin COVID-19 Johnson & Johnson untuk 400 juta orang
Jika skenario pemerintah mem-vaksinasi 160 juta warga pada awal 2021 bisa direalisasikan, kekebalan kelompok (herd immunity) bisa terwujud. Pencapaian ini akan menguatkan harapan sekaligus menjadi awal dari upaya mengakhiri ketidakpastian.
Wajar jika semua elemen masyarakat berharap skenario pemerintah sebagaimana tergambar dari Perpres No.99/2020 itu bisa diwujudkan, karena dari situ bisa dibangun kepastian baru. Komunitas global, termasuk Indonesia, butuh kepastian baru untuk keluar dari zona resesi 2020 sekarang ini.
*) Bambang Soesatyo, Ketua MPR RI
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2020