Ciamis (ANTARA News) - Bupati Ciamis Engkon Koswara menyatakan, upacara adat "Nyangku" yang selalu digelar setiap bulan Mulud di Kecamatan Panjalu, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, bukan musyrik yang dilarang oleh ajaran agama Islam.
"Beberapa hal yang bisa diambil maknanya, acara Nyangku itu bukan musyrik, bukan menyembah alat-alat, bukan untuk menyembah keris, tetapi sebagai simbol penghormatan," kata Enkon dalam sambutan upacara Nyangku, di alun-alun Panjalu, Ciamis, Kamis.
Ia menjelaskan, upacara adat Nyangku merupakan penghormatan sebagai ungkapan terima kasih atas jasa-jasa leluhur Panjalu yang telah mendirikan negara dan menyebarkan ajaran agama Islam di tatar Galuh Ciamis di Panjalu.
Dikatakannya, Borosngora sebagai tokoh yang berjasa dalam menyebarkan agama Islam di Panjalu wilayah Kabupaten Ciamis merupakan jasa berharga bagi masyarakat Panjalu.
Untuk itu, ia menegaskan upacara adat Nyangku bukan kegiatan ritual yang mengarah pada kemusyirikan melainkan ungkapan rasa syukur kepada Allah dalam tuntunan agama Islam yang disebarkannya melalui perjuangan Borosngora.
Bahkan kata Engkon, Borosngora merupakan orang yang telah menuntut ilmu ajaran agama Islam kepada Sayiddina Ali di Mekkah, hingga akhirnya dihadiahi pedang sebagai benda untuk menjaga diri.
Engkon menerangkan, pedang tersebut menjadi sebuah benda pusaka yang masih dilestarikan dan dijaga dengan baik oleh masyarakat Panjalu, hingga setiap upacara Nyangku benda tersebut selalu dibersihkan.
Ia khawatir apabila upacara Nyangku sebagai ungkapan penghormatan hilang, apalagi seiring berkembangnya jaman dengan generasi masyarakat yang terus berlanjut.
"Ini sebagai semangat dan dorongan bahwa budaya itu harus dimumulai, kalau tidak dilaksanakan kegiatan ini, pada suatu saat budaya sejarah begitu indah hilang, dan kita akan kehilangan obor," katanya.
(U.KR-FPM/R009)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010