Tangerang (ANTARA News) - Yahya Ibrahim alias Dulmatin selama menempati rumah kontrakan di Jalan Salak V, Kelurahan Pondok Benda, Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Banten, suka melarang orang berpacaran.
"Yahya Ibrahim itu pernah secara terang-terangan melarang muda-mudi berpacaran," ujar Ketua RT 004/04, Kelurahan Pondok Benda, Pamulang, Mawi Hartono di Tangerang, Kamis.
Penjelasan Mawi Hartono itu terkait tewasnya Dulmatin saat penggerebekan oleh Tim Densus 88 Antiteror Mabes Polri di Warnet Multiplus, Ruko Puri Pamulang Blok A-1 Nomor 6 Pamulang.
Mawi mengatakan, Dulmatin yang merupakan penghuni rumah kontrakan di Jalan Salak V, Pondok Benda itu juga sering melarang pemuda sekitar bermabuk-mabukan.
Namun, para pemuda sekitar sempat menolak tindakan tersebut sehingga sempat terjadi perlawanan terhadap Dulmatin.
Bahkan, di rumah ketua RT itu pernah terjadi perang mulut akibat tindakan Dulmatin yang melarang pemuda setempat berpacaran meski tidak berujung pada perkelahian.
Dulmatin sering bepergian dengan dua rekan lainnya dengan ciri celana panjang yang digulung hingga betis.
Sementara itu, Teguh Wiyono salah seorang pengrajin di Kelurahan Pondok Benda, Pamulang mengatakan pernah dimintai oleh Dulmatin untuk membuat sembilan tas ransel.
Tas ransel itu dipesan sebulan yang lalu sebelum Dulmatin pindah tempat kontrakan. "Setelah semua tas ransel itu selesai, ternyata Dulmatin belum lunas membayarnya," kata Teguh Witono.
Dulmatin, menurut Teguh masih memiliki utang sekitar Rp60 ribu dan ketika ditagih dijanjikan akan dibayar bulan depan.
Teguh mengatakan Dulmatin memesan tas ransel untuk keperluan membawa perlengkapan naik gunung.(ANT/A038)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010